This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 30 April 2011

Ini kaMi...

Pertanyaannya, apakah anda pernah menikmati buah yang anda tanam sejara sengaja???atau anda lebih banyak menikmati buah yag ditanamkan orang untuk anda atau yang anda tanam secara tidak sengaja.
Ya...smua berawal dari bentuk ketidak sengajaan. Aq, kamu dan kita sekarang bukan lagi orang yang patut diremehkan meskipun sebenarnya masih banyak yang kita benahi. Tapi paling tidak kita punya rumah dan teman untuk merasa lebih  besar dari yang seharusnya.Kamu cerewet, kamu sok jaim, kamu playboy, kamu pecinta wanita, kamu sok pintar, kamu sok tinggi, kamu sok ganteng, kamu sok cantik, kamu so terkenal, kamu jahil, kamu usil, kamu pemarah, kamu cepat ersinggungg, kamu pemalu, kamu berandal, kamu sok super hiro atau apalah...semua bisa saja bertempur untuk mempertahankan jati diri diantara banyaknya gambaran diri dari kita. Tapi kita tak pernah protes. Karna toh pada kenyataannya smua saudara tanpa membatasi dan mengganggu 'kodrat' jati dirinya yang mungkin membuat iri.
Aq, kamu dan kita kecil.lalu apa yang besar???yang besar adalah kita, bukan dengan jumlah yang besar. Tapi kuatnya kebersamaan dan semangat untuk menjadi yang terbaik. Bukan terbaik dari mereka, atau bersaing dengan mereka. tapi pengakuan tentang besarnya sebuah harga diri dan kebanggaan dari dan orang tua untuk anaknya kelak.
Trimakasih untuk orang tua dan waktu dan rezki yang telah Kau beri. semoga sempat, waktu aku, kamu dan kalian untuk mengecup pundak dan telapak tangannya, aatu bahkan mencucikan kakinya.
Ada sesuatu yang tak terlihat, tapi bisa aku, kamu dan kita lihat.  Toh ada sesuatu yang tak harus diberi nama, karna indahnya.

Jumat, 29 April 2011

Butir-butir Cinta


Terlalu sulit menafsirkan kata cinta yang sesingkat itu, hingga semuanya mempunyai keyakinan tersendiri tentang cinta. Berikut adalah butir-butir cinta yang mungkin menurut anda lebih mengena  dihati. Siapa tau bisa jadi referensi buat KTI kamu,he...
(01) Cinta tidak memegang peranan, dalam proses pendekatan, courting, dating, atau apapun yang bersifat pre-relationship. Apapun yang dirasakan atau dilakukan pada tahap tidak ada hubungannya dengan cinta, melainkan selalu bersumber pada kombinasi antara gejolak kimia tubuh (hormon), biologis (nafsu), spiritual (rasa keberhargaan), psikologis (rasa menginginkan-diinginkan), dan status sosial (validasi dari kelompok). Karena variabel-variabel tersebut terkesan rumit dan tidak indah, maka manusia menutupinya, menyamarkannya, dan menciptakan sebuah konsep generalisasi yang lebih memuaskan: hubungan romansa dimulai dari perasaan cinta.


(02) Pada esensinya, cinta tidak berbentuk perasaan, melainkan tindakan yang menjalani proses interpretasi. Dalam bahasa sehari-hari, sebelum kita merasa ‘jatuh cinta’, kita melakukan sejumlah tindakan tipikal yang kemudian diinterpretasikan (atau diberi label) sebagai sebuah ‘perasaan cinta’. Seseorang tidak mungkin merasa ‘cinta’ sebelum dia melakukan sesuatu, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Tindakan-tindakan tipikal tersebut bisa dari sesederhana sering membayangkan sang target, mencari-cari kesempatan untuk bersama, memberikan bantuan ini-itu, sampai berkorban perasaan demi sang target idaman, dsb.


(03) Kita belajar hal tersebut lewat media dan contoh-contoh lingkungan lainnya. Mereka mendiktekan sejumlah hal yang romantis, lucu, konyol, dan bodoh yang layak dilakukan ketika hendak mendekati lawan jenis yang menarik. Kita kemudian melakukan hal itu bukan karena terdorong oleh perasaan cinta. Malah justru sebaliknya, kita melakukan supaya bisa merasakan sensasi cinta dan perasaan sejenisnya. Kita memaksa otak kita untuk secara selektif berpikir, “Hei, gue udah ngerjain ini-itu. Rasanya enak, persis gambaran orang-orang. Agak keliatan bodoh dan murahan, tapi karena gue orangnya pinter, ngga mungkin dong mau ngelakuin hal-hal tersebut dengan sendirinya. Well, satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah ini pasti karena gue terdorong oleh cinta. “


(04) Dengan demikian, berlaku formula yang gue sebut Law of Compounding Actions (LOCA) yang berbunyi “Intensitas perasaan cinta berbanding lurus dengan frekuensi tindakan yang diberikan.” Alias, semakin banyak seseorang melakukan tindakan-tindakan tipikal yang sering diinterpretasikan sebagai cinta, semakin bertumpuk efek perasaan cinta yang dia dapatkan terhadap sang lawan jenis. Atau dengan kata lain, setiap tindakan yang kita beri dinterpretasikan oleh otak kita sebagai sebuah investasi, sehingga sesuai dengan logika, kita mengembangkan perasaan khusus pada sesuatu kita hargai, dan terus meningkat seiring pertambahan nilai yang diberikan.


(05) Hanya saja, sedikit sekali yang menyadari Cinta sebagai akibat dari tindakan (atau LOCA), nyaris semua orang menganggapnya sebagai perasaan. Sebagai akibatnya, kita selalu berfokus pada kenikmatan perasaan itu sendiri. Menganggapnya sebagai sebuah ikatan timbul dengan sendirinya, dan akan selalu ada seperti itu tanpa perlu manajemen yang baik. Tenggelam menikmati reaksi, kita lupa memberikan aksi-aksi yang justru pada awalnya memicu reaksi kimia. Sebagaimana efek candu narkotik, kita menjadi semakin egois, pasif, dan menuntut.


(06) Karena cinta tidak lebih dari reaksi candu kimia, atau setidaknya tidak seperti yang dipahami kebanyakan orang, sebenarnya bodoh sekali jika kita berpikir, “Gue udah ngga cinta lagi.” Yang ada adalah kita berhenti melakukan apa yang dahulu biasa dilakukan dan menyalahkan keadaan, kemalasan, keengganan tersebut pada sesuatu yang diistilahkan ‘out of love’, ‘kehabisan cinta,’ cinta yang jenuh,’ dan sejenisnya. Mendasari sebuah hubungan romansa pada seks, perasaan sayang dan cinta (sebagaimana dilakukan oleh pasangan yang belum cukup dewasa) ibarat menyimpan bom yang akan meledak bila waktunya tiba.


(07) Kunci dari sebuah hubungan yang sehat dan stabil adalah LOCA, tapi itupun tidak terjadi dengan sendirinya. Kita hanya bisa bertindak sejauh mana kita mau memutuskannya. Hanya karena dua insan manusia merasa ‘super klik’, itu tidak menjamin mereka diciptakan untuk sebuah hubungan romansa. Satu-satunya yang memastikan sebuah pasangan kontinyu berminat melakukan tindakan romansa adalah adanya kekuatan keputusan dan komitmen bersama. Formula ini juga bernama LOCA, yakni Law of Committed Attachment yang berbunyi, “Resultan tindakan akan terus bermultiplikasi secara infinite sepanjang akselerasi dari variabel komitmen awalnya.”


(08) Cinta tidak lebih dari reaksi dari kedua momentum LOCA yang bekerja sama dilakukan oleh kedua belah pihak. Keduanya perlu memberikan keseriusan pada level yang sama agar hubungan itu terus berjalan dengan penuh gairah. Sekalipun pria Glossy dianjurkan menghindari ekspresi perasaan ngarep dan bergantung pada kekasihnya agar tidak membosankan (atau setidaknya berada dibawah intensitas ekspresi sang wanita kepadanya), namun dia tetap wajib memberikan sikap komitmen yang sama tingginya dengan sikap sang wanita.


(09) Keputusan menciptakan Tindakan, dan Tindakan Yang Berulang-ulang menegaskan Perasaan. Sebuah hubungan romansa yang sehat dapat ditelusuri pada alur sederhana tersebut. Seseorang yang belum bisa memutuskan apa yang dia inginkan tidak akan berakhir pada hubungan romansa yang memuaskan. Lebih jauh lagi, cinta bahkan tidak berperan apa-apa dalam sebuah hubungan romansa. Sebagaimana sudah disebutkan pada poin pertama, cinta hanyalah label simplifikasi nan indah untuk proses yang dijelaskan di atas. Hal inilah yang didekonstruksi dalam workshop/seminar HS agar peserta dapat melakukan upgrade yang diperlukan sebelum mulai memasuki kedua proses LOCA.


(10) Jika dari awal tidak terlihat menyebut-nyebut tentang masalah Selera atau Preferensi (baik fisik maupun psikologis), itu karena menurut gue hal tersebut tidak tergolong dalam faktor berpengaruh dalam percintaan. Berikan saja cukup waktu pada sepasang pria-wanita yang saling bertentangan secara selera, asalkan mereka rajin berkomunikasi terus-menerus (baca: LOCA) dengan normal dan didukung oleh sedikit faktor eksternal lainnya, perlahan-lahan akan terbentuk konektivitas romansa di antara mereka berdua. LOCA memiliki kekuatan yang lebih besar daripada selera dan idealisme manusia. Apalagi jika LOCA dan selera bisa berjalan bersama-sama!


(11) Kita biasa menganjurkan pria agar tidak menembak (menyatakan minat atau rasa suka) sewaktu mendekati lawan jenis karena hal itu biasa dikaitkan dengan sistem paradigma cinta yang kacau dan aneh seperti sudah dijelaskan pada poin-poin sebelumnya. Itu sebabnya gue pribadi lebih suka mengalihkan konsep Cinta kepada Attachment (kelekatan), dan dalam Hitman System kita mengubah istilah Pacar menjadi Partner. Istilah ‘percintaan’ memiliki impreasi yang terlalu serius dan menyakitkan, menciptakan tekanan berlebihan yang seharusnya bisa dihindari. Cinta adalah sebuah rekonstruksi sosial yang lebih memberatkan, daripada mempermudah. Jika kita bisa membongkarnya menjadi realita yang lumayan dimengerti oleh otak manusia, tidakkah itu bisa dibilang membuat peradaban hidup menjadi sedikit lebih baik?


(12) Cinta bukan lagi sebuah kabut mistis yang muncul dan hilang begitu saja. Dia juga bukan benda yang dimiliki (kata benda), melainkan sebuah keputusan yang dilakukan berulang-ulang (kata kerja). Seseorang yang baru saja ‘diputuskan dan kehilangan cinta’ berarti tidak perlu lagi menangisi berbulan-bulan akan cintanya yang hilang. Dia hanya perlu berdamai dengan rasa sakitnya tersebut dalam satu dua minggu, lalu kembali pada setumpuk agenda LOCA yang disebarkan dimana-mana. Seiring waktu, perasaan cinta itu akan kembali muncul bersemi, bahkan seringkali lebih mewah dan berkualitas dibanding sebelumnya. Demikian juga pasangan yang sudah merasakan ‘jatuh cinta’ sekarang bisa mengetahui apa saja yang perlu dipelihara agar hubungan romansa mereka tidak menguap hilang begitu saja


Kutipan : Hitmansystem.com

Askep Cerebro Vascular Disease

CEREBRO VASCULAR DISEASE
DAN GANGGUAN KESADARAN

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease (CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Penyebab dari stroke adalah 1) trombosis, 2) embolisme serebral (3/4 kasus stroke), dan 3) perdarahan baik intra serebral maupunn subarachnoid (1/4 kasus stroke) (Hudak & Gallo, 1996: 254).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit neurologis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)

2. Anatomi Fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 1996: 254)

3. Faktor Resiko Stroke
a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
(Brunner & Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)

4. Klasifikasi
a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
a) Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).

(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Nyeri Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda rangsangan Meningeal.
Hemiparese
Gangguan saraf otak
Dalam 1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-

++
+
1-2 menit
Sangat hebat
Menurun sementara
Sering fokal
+++

+/-
+++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang Syaraf
RSUD Dr. Soetomo Surabaya


b) Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.


Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:

Gejala (anamnesa)
Infark
Perdarahan
Permulaan (awitan)
Waktu (saat “serangan”)
Peringatan
Nyeri Kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran menurun
Sub akut/kurang mendadak
Bangun pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-
-
-
Kadang sedikit
Sangat akut/mendadak
Sedang aktifitas
-
+++
+
+
+++

Koma/kesadaran menurun
Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan Retina
Bradikardia
Penyakit lain




Pemeriksaan:
Darah pada LP
X foto Skedel

Angiografi


CT Scan


Opthalmoscope

Lumbal pungsi
• Tekanan
• Warna
• Eritrosit
Arteriografi
EEG


+/-
-
-
-
-
hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising karotis

-
+

Oklusi, stenosis


Densitas berkurang
(lesi hypodensi)

Crossing phenomena
Silver wire art

Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah


+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi, aterosklerosis, HHD




+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal
Aneurisma. AVM. massa intra hemisfer/ vaso-spasme.
Massa intrakranial densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Perdarahan retina atau corpus vitreum

Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya.


b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a) TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c) Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (1996: 258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a. Defisit Motorik
Y Hemiparese, hemiplegia
Y Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Y Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)

b. Defisit Sensori
Y Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri)
• Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang pandang pada sisi yang sama)
• Diplopia (penglihatan ganda)
• Penurunan ketajaman penglihatan
Y Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Y Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)

c. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
Y Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
Y Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Y Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat)
Y Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
Y Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan menilai jauhnya
Y Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
Y Disorientasi kanan kiri

d. Defisit Bahasa/Komunikasi
Y Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat difahami) - dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
Y Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini)
Y Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat
Y Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Y Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)

e. Defisit Intelektual
Y Kehilangan memori
Y Rentang perhatian singkat
Y Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Y Penilaian buruk
Y Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain
Y Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak

f. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Y Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Y Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
Y Penurunan toleransi terhadap stres
Y Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
Y Kekacauan mental dan keputusasaan
Y Menarik diri, isolasi
Y Depresi

g. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
Y Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia urine.
Y Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan semua kontrol miksi
Y Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
Y Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan imobilitas
Y Konstipasi dann pengerasan feses

h. Gangguan Kesadaran

6. Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan arteri)
Aliran darah
Obstruksi vena
Obstruksi arteri
Dilatasi
¬ tek.kapiler & reduksi aliran drh
Stagnasi darah
Edema interstitial
Adesi & penimbunan trombosit
Diapedesis
Infark hemoragik
Gel fibrin
Jendalan darah
¯ tek.pulsasi & aliran darah
Hilangnya aliran pulsatif
Vasoparalisis
Iskemia
Endotelium
Edema seluler
Pelepasan prostasiklin
Diapedesis & penurunan resistensi sawar darah otak
Edema interstitial
Aliran kolateral
Otak
Edema astrositik
Edema neuronal
Akumulasi lipid, aktivitas lisosomal autofagik, inclusion nuclear & sitoplasmik, vakuolasi, modifikasi dalam mikrotubuli, inhibisi divisi mikotik
Mati

Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan
Pembuluh darah
Trombus/Embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah
Oklusi
Perfusi jaringan cerebral ¯
Iskemia
Hypoxia
Metabolisme anaerob
Asam laktat ¬
Aktifitas elektrolit terganggu
Na & K pump gagal
Na & K influk
Retensi cairan
ODEMA SEREBRAL
Nekrotik jaringan otak (mikrositik neuron)
Infark
Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, afasia
Hypertensi/aterosklerosis
PD lunak
Mendesak arteriol
Herniasi/pecahnya tunika intima
Aneurisma
PD pecah
Perdarahan
Oksipital
Ssefalgia mata ipsilateral, hemianopia
Temporalis kiri
Nyeri telinga homolateral, disfasia, hemianopia, kuadranopia
Parietalis
Nyeri homolateral, defisit sensorik kontralateral, hemipares ringan
Frontal
Hemiparese kontralateral, sefalgia bifrontal
Gg. rasa nyaman (nyeri), Gg. Istirahat, intoleransi aktivitas, defisit perawatan diri (sindroma), Gg. Komunikasi/bicara, ketergantungan, Gg.persepsi sensori, Gg. Perfusi jaringan, Gg. Mobilitas fisik, Gg. Konsep diri, Gg. Menelan, integritas kulit, Gg. Nutrisi, resiko injury, dll

Thalamus
Perdarahan
Subthalamus & mesensefalon dorsal
• Pupil mengecil
• Reaksi terhadap cahaya lambat
Hemisfer dominan
• Afasia
• anomia berat dg pemahaman & repetisi lumayan

Hemisfer non dominan
• Anosognosia

Kapsula interna
• Hemiparese
• hemiplegia kontralateral

substansia alba
hemianopia
Subtalamik diensefalon
Bola mata melirik ke bawah-dalam dg paralisis gerakan ke atas & posisi kedua bola mata melihat ujung hidung

Pons
• Nyeri kepala
• Rigiditas deserebri
• Hemiplegia kontralateral
• Paralisis fasia homolateral
• Defiasi mata

Putamen
• Hemiplegia
• Sefalgia
• Muntah
• Kedasaran ¯
• Defek hemisensorik
• Gg.Grk bola mata
Koma mendadak
Mati
Mesensefalon
• Paralisis okulomorius ipsilateral
• Koma
• TIK ¬
Medula oblongata
• Gg. Jantung
• Gg. Pernafasan
• Refleks telan ¯
• Muntah
• Hypersalivasi
• Gg. Sistem syaraf simpatis
Hemisfer
Frontalis
Gg. motorik
Parietalis
Gg. proses & integrasi informasi sensorik
Temporalis
Gg. pendengaran
Oksipitalis
Gg. penglihatan & sensori warna

Serebelum
• Gg. Okulomotor
• Gg. Keseimbangan
• Nistagmus
• Muntah terus-menerus
• Singultus
TIK ¬
gg. komunikasi verbal, integritas kulit, mobilitas fisik, perawatan diri, intoleransi aktivitas, konsep diri, ketergan-tungan, dll
• gg. rasa nyaman (nyeri)
• gg. Istirahat/tidur
• kejang
• resiko injury
• gg. Perfusi jaringan
• kebutuhan oksigen
• integritas kulit
• mobilitas fisik
• perawatan diri
• intoleransi aktifitas
• gg. Sensori persepsi
Gg. sensori penglihatan
TIK ¬

• gg. perfusi jaringan
• gg. Sirkulasi
• bersihan jalan nafas tidak efektif
• resti aspirasi
• gg. Eliminasi uri & alvi
• gg. Pola nafas tak efektif
• gg. Nutrisi kurang dari kebutuhan
• rasa nyaman
• kebersihan mulut, dll
gg. perfusi jaringan, defisit volume cairan, pola nafas tak efektif, resiko perubahan suhu tubuh, resiko infeksi, resiko cedera, resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, bersihan jalan nafas tak efektif

GANGGUAN KESADARAN

A. PENGERTIAN KESADARAN
Kesadaran merupakan kemampuan individu mengadakan hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan (limitasi) terhadap lingkungan dan dirinya sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran baik, maka akan terjadi orientasi (waktu, tempat dan orang), pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang masuk secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Maramis, 1994: 101).
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter paling mendasar dan paling penting yang harus ditentukan dan dikaji untuk menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan khususnya pada kasus stroke. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak & Gallo, 1996: 160)

B. JENIS KESADARAN
a. Isi Kesadaran
a) Kognitif
b) Afektif
b. Derajat/tingkat kesadaran (Aurosal) (Juwono, 1993: 1)

C. BENTUK KESADARAN
Kesadaran Menurun
Kesadaran menurun adalah keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang berkurang secara keseluruhan (secara kuantitatif), kemudian muncullah amnesia sebagian atau total.
Beberapa tingkat dalam menurunnya kesadaran yaitu:
a) Apati
Mulai mengantuk, acuh-tak acuh terhadap stimulus, untuk menarik perhatiannya diperlukan stimulus yang sedikit lebih keras
b) Somnolen
Sudah mengantuk, untuk menarik perhatiannya dibutuhkan stimulus yang lebih keras
c) Sopor
Ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang. Hanya berespon dengan rangsangan yang keras
d) Subkoma dan koma
Tidak ada respon terhadap stimulus yang kuat/keras, pupil melebar, reflek muntah hilang. (Maramis, 1996: 101)

Kesadaran Meninggi
Kesadaran meninggi adalah keadaan dengan respon yang meninggi terhadap stimulus, biasanya disebabkan pengaruh berbagai zat yang menstimulus otak (psikosimultan) atau oleh faktor psikologi. (Maramis, 1996: 102)
Selain kesadaran menurun, terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam keawasan dan keterjagaan, istilah-istilah tersebut antara lain: (Hudak & Gallo, 1996: 160)
a) Terjaga: normal
b) Sadar
Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung saat pertama kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna ketika bangun.
Dapat berorientasi dan berkomunikasi
c) Letargi/somnolen
Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana ketika dirangsang
d) Stupor
Sangat sulit dibangunkan, tidak konsisten dapat mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata atau frase pendek. Menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri. Pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Non verbal dengan menganggukkan kepala.
e) Semikomatosa
Gerak bertujuan ketika dirangsang; tidak mengikuti perintah atau berbicara koheren
f) Koma
Dapat berespon dengan postur secara refleks ketiak distimulasi atau dpat tidak berespon pada setiap stimulus.
Berdasarkan kwalitas kesadaran, yaitu pengkajian mutu mental seseorang terhadap dunia luar: (Catatan Ruang Tropik Wanita, 1998)
a) Composmentis
Bereaksi secara adekuat
b) Abstensia/kesadaran tumpul/drowsky
Tidak tidur dan tidak megitu waspada, perhatian terhadap sekeliling berkurang, cenderung mengantuk
c) Bingung/confused
Disorientasi waktu, tempat dan orang
d) Delirium
Mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya
e) Apatis
Tidak tidur, tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa

D. GANGGUAN KESADARAN
Gangguan Isi Kesadaran
a) Gangguan Kognitif
Y Afasia
Y Gangguan persepsi
Y Gangguan berfikir
Y Gangguan daya ingat
b) Gangguan Afektif
Y Apatis
Y Agitasi

Gangguan Kesadaran Akut
a) Kesadaran Berkabut (clouding of Consciousness)
Y Penurunan kewaspadaan (awareness)
Y Penurunan keadaan bangun
Y Hypereksitabilitas
Y Iritabilitas
Y Mengantuk diselingi agitasi
Y Gagguan perhatian
Y Kebingungan
Y Gangguan persepsi sensori (terutama persepsi visual)
Y Tidak selalu ada disorientasi
Y Akut atau subacut confusional state bila berat
Y Salah interpretasi
Y Gangguan ingatan (kesulitan mengulang angka-angka ke belakang lebih dari 4 atau 5 angka).
b) Delirium
Y Disorientasi
Y Takut
Y Iriabilitas
Y Gangguan persepsi sensori dan halusinasi visual
Y Tidak mengenal diri sendiri dan lingkungannya
Y Penyakiy yang menyebabkan delirium
c) Optundation
Y Penumpulan mental (torpidity)
Y Penurunan kewaspadaan yang cukup berat
Y Penurunan minat
Y Lambatnya jawaban terhadap rangsangan
Y Sering mengantuk dan banyak tidur
d) Stupor
e) Koma

Gangguan Kesadaran Sub akut atau Kronik
a) Demensia
b) Hypersomnia
c) Keadaan vegetatif (termasuk coma vigil, spsllic syndrome, mati serebral, mati neokortikal, dementia total)
d) Mutisme akinetik
e) Apallic syndrome: fungsi neokorteks tidak ada tapi batang otak masih ada
f) Locked-in syndrome:
Y Tidak ada penurunan kesadaran
Y Kelumpuhan keempat ekstremitas dan syaraf otak bawah
Y Pergerakan bola mata ke atas dan berkedip masih ada
g) Mati otak
Fungsi korteks, subkortikal dan batang otak secara permanen sudah tidak ada. (Juwono, 1993: 1-4)

E. PROSES PATOLOGIS PENYEBAB GANGGUAN KESADARAN
Keadaan yang secara luas dan langsung menekan fungsi hemisfer serebri (biasanya pada waktu bersamaan juga mengenai struktur batang otak)
Kelainan yang menekan atau merusak substansia grisea (diencepalon, mesenchepalon dan pons atas).

F. CARA PENGUKURAN TINGKAT KESADARAN
Glasgow Coma Scale (GCS)
a) Respon Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
b) Respon Verbal
Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara mengguman 2
Tidak ada respon 1
c) Respon Motorik
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulasi 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1
Penilaian:
Nilai 3 : kesadaran terburuk
Nilai 3-5 : koma yang dalam
Nilai 6-10 : gangguan kesadaran intermediate
Nilai 11-14 : kesadaran lebih baik
Nilai 15 : terbaik

Penggambaran stimulus dan respon klien
a) Panggil pasien dengan namanya
b) Panggil namanya dengan keras
c) Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan ringan
d) Kombinasikan memanggil nama dengan sentuhan kasar (guncangan dan kejutan)
e) Timbulkan nyeri

Skala Tingkat (Reaksi – Stimuli)
1
Terjaga; tidak menunda respon
2
Mengantuk tetapi berespon terhadap stimulus lembut. Bingung tentang nama, tempat dan waktu
3
Sangat mengantuk, berespon terhadap rangsangan yang kuat dengan orientasi gerakan mata, memenuhi perintah atau menunjuk dan secara aktif berupaya untuk menyingkirkan stimulus
4
Tidak sadar. Dapat menunjuk tetapi tidak berhasil menyingkirkan stimulus
5
Tidak sadar. Gerakan menghindar pada setiap stimulus
6
Tidak sadar. Gerakan fleksi yang umum terhadap nyeri
7
Tidak sadar. Gerakan ekstensi yang umum terhadap nyeri
8
Tidak sadar. Tidak berespon pada stimulasi nyeri

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a) Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
(b) Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
(c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g) Pola-pola fungsi kesehatan
Y Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
Y Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Y Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)
Y Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Y Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
Y Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Y Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Y Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
Y Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Y Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Y Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Y Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

(h) Pemeriksaan fisik
Y Keadaan umum
• Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
• Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
• Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Y Pemeriksaan integumen
• Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
• Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
• Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Y Pemeriksaan kepala dan leher
• Kepala : bentuk normocephalik
• Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
• Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Y Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
Y Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
Y Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Y Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

Y Pemeriksaan neurologi
• Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
• Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
• Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik kontralteral.
• Pemeriksaan refleks
• Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
• Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema, hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
(2) MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000: 292)
(3) Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur (Doengoes, 2000: 292)
(4) Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes, 2000: 292)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

b. Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan dalam konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan tindakan/rehabilitasi

c. Tujuan Pemulangan
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat diminimalkan/dapat didtabilkan
2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan yang minimal dari orang lain
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami

d. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)
3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4) Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial, kelemahan umum (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 298)
5) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi, stres psikologis (Doengoes, 2000: 300)
8) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 301)
9) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
10) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
11) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)
12) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial, persepsi kognitif (Doengoes, 2000: 303)

e. Perencanaan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa, intelektual dan emosi, perubahan VS
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
• Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
• Tidak ada tanda TIK meningkat
• Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
• Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia, hemiparese/hemiplagia
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil
• Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan mempertahankan fungsi secara optimal)
• Bertambahnya kekuatan otot
• Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
• Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan

Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori
Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:
• Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
• Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
• Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori
Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih.
g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi
Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil
• Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
• Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
• Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
• Hb dan albumin dalam batas normal


Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil
• Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
• Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
• Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Mardjono M., Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian Rakyat, Jakarta.

Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

CHF (POST OP AVR, AORTA INSUFISIENSI)

PENGERTIAN
Congestif heart failure atau gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi.

PENYEBAB GAGAL JANTUNG
1. Penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut:
Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
Beban tekanan berlebihan - pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban volume berlebihan - pembebanan diastolic (diastolic overload)
Peningkatan kebutuhan metabolik - peningkatan kebutuhan yang berlebihanan (demand overload)
2. Gangguan pengisian (hambatan input)

PENCETUS
Hipertensi, infark, emboli paru, infeksi, aritmia, anemia, febris, stress emosional, kehamilan/persalinan, pemberian infus/tranfusi.


PATOFISIOLOGI
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistim sirkulasi aliran darah. Mekanisme kompensasi jantung pada kegagalan jantung adalah upaya tubuh untuk  mempertahankan peredaran darah dalam memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Mekanisme kompensasi yang terjadi pada gagal jantung ialah : dilatasi ventrikel, hipertrofi ventrikel, kenaikan rangsang simpatis berupa takikardi dan vasikonstriksi perifer, peninggian kadar katekolamin plasma, retensi garam dan cairan badan dan peningkatan eksttraksi oksigen oleh jaringan. Bila jantung bagian kanan dan bagian kiri bersama-ama dalam keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut Gagal Jantung Kongestif (CHF). Skema berikut menjelaskan terjadinya gagal jantung, sehingga menimbulkan manifestasi klinik : (Lucman J. Sorensen 1989)

Insufisiensi Katup Aorta :
Terjadi lebih jarang dari pada penyempitan katup aorta. Kebanyakan terdapat pada pria dan sebagai penyebab terbanyak adalah penyakit rematik yang diikuti penyakit jaringan ikat (misalnya Sindroma Marfan ), hipertensi berat, siphilis dan kelainan bawaan.
Pathofisiologi :
Penyebabnya yang terjadi adalah pelebaran katub dan deformitas daun katup sehingga katup tidak dapat menutup dengan sempurna. Terjadi regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dengan akibat dilatasi dan hipertropi ventrikel kiri. Pada keadaan yang lebih lanjut akan terjadi penurunan curah jantung.
Insufisiensi katup aorta dapat terjadi tanpa gejala. Gejala pertama yang timbul adalah palpitasi dan takhikardi akibat upaya kopensasi jantung yang diikuti oleh dispnoe dan sakit dada pada peningkatan aktifitas. Adanya gagal jantung kiri dan kanan merupakan tanda lanjut dari keleinan katup ini.


GEJALA GAGAL JANTUNG KIRI :
Keluhan berupa perasaan badan lemah, cepat lelah, berdebar-debar, sesak napas, batuk, anoreksia, dan keringat dingin, batuk dan atau batuk berdarah, fungsi ginjal menurun.

GEJALA GAGAL JANTUNG KANAN:
Edema, anoreksia, mual, asites, sakit daerah perut

PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Tidak ada pemeriksaan khusus yang dapat menegakkan diagnosis gagal jantung (T. Santoso, Gagal jantung 1989). Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN:
A. Radiologi:
Bayangan hili paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang
Lapangan paru bercak-bercak karena edema paru
Distensi vena paru
Hidrothorak
Pembesaran jantung, Cardio-thoragic ratio meningkat
B. EKG :
Dapat ditemukan kelainan primer jantung (iskemik, hipertropi ventrikel, gangguan irama) dan tanda-tanda faktor pencetus akut (infark miokard, emboli paru)
C. Ekokardiografi :
Untuk deteksi gangguan fungsional serta anatomis yang menjadi penyebab gagal jantung
D. Kateterisasi Jantung:
Pada gagal jantung kiri didapatkan (VEDP    ) 10 mmHg  atau Pulmonary arterial wedge Pressure > 12 mmHg dalam keadaan istirahat. Curah jantung lebih rendah dari 2,7 lt/mnt/m2 luas permukaan tubuh.

PENATALAKSANAAN
Menurut prioritas terbagi atas 4 kategori :
1. Memperbaiki kontraksi miokard/perfusi sistemik
2. Menurunkan volume cairan yang berlebihan
3. Mencegah terjadinya komplikasi Post Op.
4. Pengobatan pembedahan (Komisurotomi)
5. Pendidikan kesehatan yang menyangkut penyakit, prognosis, obat-obatan serta pencegahan kekambuhan
ad. 1 Memperbaiki kontraksi miokard/perfusi sistemik:
Istirahat total/tirah baring dalam posisi semi fowler
Memberikan terapi Oksigen sesuai dengan kebutuhan
Memberikan terapi medik : digitalis untuk memperkuat kontraksi otot jantung
ad.2 Menurunkan volume cairan yang berlebihan
Memberikan terapi medik : diuretik untuk mengurangi cairan di jaringan
Mencatat intake dan output
Menimbang berat badan
Restriksi garam/diet rendah garam
ad.3 Mencegah terjadinya komplikasi
Mengatur jadwal mobilisasi secara bertahap sesuai keadaan klien
Mencegah terjadinya immobilisasi akibat tirah baring
Merubah posisi tidur
Memperhatikan efek samping pemberian medika mentosa; keracunan digitalis
Memeriksa atau memonitor EKG
ad.4  Pengobatan pembadahan Komisurotomi
Hanya pada regurgitasi aorta akibat infeksi aorta, reparasi katup aorta dapat dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya umumnya harus diganti dengan katup artifisial.  Indikasi pada keluhan sesak napas yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan symptomatik. Bila ekhokardiografi menunjukkan sistole ventrikel kiri 55 mm, atau fractional shortning 25% dipertimbangkan untuk tindakan operasi sebelum  timbul gagal jantung.
ad.5 Pendidikan kesehatan, menyangkut penyakit, prognosis, pemakaian obat-obatan serta      mencegah      kekambuhan
Menjelaskan tentang perjalanan penyakit dan prognosisnya
Menjelaskan tentang kegunaan obat-obat yang digunakan, serta memberikan jadwal pemberian obat
Merubah gaya hidup/ kebiasaan yang salah : merokok, stress, kerja berat, minum alkohol, makanan tinggi lemak dan kolesterol
Menjelaskan tentang tanda-tanda serta gejala yang menyokong terjadinya gagal jantung, terutama yang berhubungan dengan kelelahan, lekas capai, berdebar-debar, sesak napas, anoreksia, keringat dingin
Menganjurkan untuk kontrol semua secara teratur walaupun tanpa gejala
Memberikan dukungan mental; klien dapat menerima keadaan dirinya secara nyata/realitas akan dirinya baik
.
PENGKAJIAN DATA
1. Aktifitas dan istirahat
Adanya kelelahan/exhaustion, insomnia, letargi, kurang istirahat
Sakit dada, dispnea pada saat istirahat atau saat beraktivitas
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, kelainan katup, bedah jantung, endokarditis, anemia, septik syok, bengkak pada kaki, asites, takikardi
Disritmia, atrial fibrilasi, prematur ventricular contraction
Bunyi S3 gallop, adanya bunyi CA, adanya sistolik atau diastolik, murmur, peningkatan JVP
Adanya nyeri dada, sianosis, pucat,ronchi, hepatomegali
3. Status Mental :
Cemas, ketakutan, gelisah, marah, iritabel/peka
stress sehubungan dengan penyakitnya, sosial finansial
4. Eliminasi
Penurunan volume urine, urine yang pekat
Nocturia, diare dan konstipasi
5. Makanan dan cairan
Hilang nafsu makan, nausea, dan vomiting
Udem  di ekstremitas bawah, asites
6. Neurologi
Pusing , pingsan, kesakitan
Lethargi, bingung, disorientasi, iritabel
7. Rasa nyaman
Sakit dada, kronik/akut angina
8. Respirasi
Dispnoe pada waktu aktivitas, takipnoe
Tidur dan duduk, riwayat penyakit paru-paru
9. Rasa aman
Perubahan status mental
Gangguan pada kulit/dermatitis
10. Interaksi sosial
Aktifitas sosial  berkurang

PRIORITAS PERAWATAN
1. Meningkatkan kontraktilitas miokard/ perfusi jaringan sistemik
2. Menurunkan kelebihan volume cairan
3. Mencegah komplikasi Post op.
4. Memberikan informasi mengenai penjahit, prognosa , terapi dan pencegahan terhadap pengulangan penyakit

DIAGNOSA PERAWATAN YANG SERING TIMBUL :
1. Penurunan cardiac output sehubungan dengan penurunan kontraktilitas miokard , ditandai dengan : Peningkatan heart rate,perubahan tekanan darah,penurunan urine output,adanya S3 dan S4, chest pain .
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri sehubungan dengan luka akibat operasi Komisurotomi.
3. Keterbatasan melakukan aktifitas  sehubungan dengan adanya ketidak seimbangan  antara suplay dan demand oksigen, ditandai dengan : kelemahan, kelelahan, perubahan tanda-tanda vital , disritmia, dispnoe, diaporesis
4. Gangguan keseimbangan cairan, lebih dari kebutuhan sehubungan dengan penurunan GFR, ditandai dengan : bunyi jantung 3, orthopnoe, oliguria, edema, perubahan Berat Badan, Hipertensi, respirasi distress, suara nafas abnormal
5. Resiko tinggi kegagalan pertukaran gas sehubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli  karena adanya penumpukan cairan di rongga paru
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit, kondisi dan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan : pasien bertanya, pernyataan pasien yang salah.

DAFTAR PUSTAKA :
Donna D, Marilyn. V, Medical Sugical Nursing, WB Sounders, Philadelpia 1991.
RS Jantung “Harapan Kita”, Dasar-dasar Keperawatan Kardiotorasik, Kumpulan bahan kuliah, Edisi ke tiga,Jakarta,1993
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG

3. Kelebihan cairan  sehubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus (berkurangnya cardiac output) atau meningkatnya ADH dan Sodium/retensi cairan.
Ditandai dengan :
- Ortopnoe, suara jantung S3,S4
- Oliguria, edema, JVD, reflek hepatojugular (+)
- Hipertensi
- Respiratory distress
- Suara pernapasan yang abnormal
Kriteria hasil :
- Gambaran adanya kestabilan volume caiaran dengan seimbangnya intake output.
- Bunyi  napas yang jernih
- Tanda vital dalam batas normal
- Berat badan stabil dan tidak ada edema.
Intervensi Keperawatan  :
a. Monitor output urine, catat jumlah dan warnanya.
Output urine mungkin sangat sedikit dan pekat, karena menurunnya perfusi jaringan.
b. Monitor/hitung intake output 24 jam
Terapi diuretik bisa mengakibatkan kehilangan cairan yang tiba-tiba (hipovolemi) selagi edema / asites masih ada.
c. Atur posisi semi fowler selama fase akut
Dengan posisi berbaring semi fowler meningkatkan filtrasi glomerulus dan mengurangi produksi ADH sehingga menambah diuresis.
d. Tetapkan jadwal intake cairan, dipadukan dengan minuman yang disukai ketika memungkinkan. Berikan perawatan mulut/irisan es
Melibatkan klien dalam pengobatan menambah arti dari pengontrolan dan pembatasannya.
e. Timbang berat badan setiap hari
Mendokumentasikan perubahan edema dalam respon terhadap terapi, diuretik dapat mengakibatkan perubahan cairan dan kehilangan berat badan.
f. Periksa tubuh dari edema dengan/tanpa pitting, catat adanya edema seluruh tubuh (anasarka)
Retensi cairan yang berlebihan dimanifestasikan dengan adanya edema. Meningkatnya kongesti vaskuler yang akhirnya mengakibatkan edema jaringan sistemik.
g. Auskultasi suara pernapasan, catat penurunan dan atau suara tambahan, misalnya wheezing. Catat adanya peningkatan dispnea, tachipnea, paroximal dispnea, batuk yang menetap.
Volume cairan yang berlebihan kadang-kadang mempermudah kongesti paru. Gejala oedema paru menandakan adanya gagal jantung kiri.
h. Monitor tekanan darah dan CVP (jika ada)
Hipertensi dan meningkatnya CVP menandakan volume cairan yang berlebihan dan mereflesikan/meningkatnya kongesti paru, gagal jantung
i. Palpasi adanya hepatomegali. Catat keluhan nyeri pada kwadran atas bagian kanan
Bertambah beratnya gagal jantung menambah kongesti vena , mengakibatkan distensi perut dan nyeri. Ini dapai merubah fungsi hati dan merugikan metabolisme obat.
j. Catat peningkatan letargi, hipotensi dan kekuatan otot
Tanda dari kekurangan potassium yang terjadi selama perubahan cairan dan terapi diuretik.

Kolaborasi :
a. Berikan pengobatan seperti yang diindikasikan
- Diuritik misalnya : Furosemic (lasix), bumetamid
Meningkatkan aliran urine dan menghalangi reabsorsi dari sodium/klorida didalam tubulus ginjal.
- Thiazide dengan potasium jumlah sedikit, misalnya : spironolactone (aldactone)
Meningkatnya diuresis tanpa kehilangan potassium yang berlebihan.
- Pengganti potasium misalnya K Dur
Pengganti potasium yang hilang sebagai efek samping dari therapi deuritik yang mana dapat mempengaruhi jantung.
b. Pelihara cairan/sodium dalam batas-batas tertentu
Menurunkan cairan tubuh/mencegah pengumpulan kembali.
c. Konsultasi dengan ahli gizi
Penting untuk melengkapi diet klien sesuai dengan kebutuhan kalori dengan jumlah sodium dalam batas-batas tertentu.

4. Resiko tinggi gagal pertukaran gas sehubungan perubahan pada membran alveolar misalnya pengumpulan cairan/pertukaran pada ruang interstitial/alveoli
Kriteria Hasil :
- Terlihat adekuatnya ventilasi dan oksigenasi dari jaringan dimana dalam batas-batas normal dan bebas dari gejala respiratory distress
- Berpartisipasi dalam pengobatan
Intervensi keperawatan :
a. Auskultasi suara pernafasan, catat adanya wheezing
Menandakan adanya kongestif paru/pengumpulan sekresi
b. Ajarkan klien untuk batuk secara efektif dan bernafas dalam
Membersihkan jalan nafas dan memudahkan pertukaran oksigen
c. Support klien untuk merubah posisi
Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia
d. Atur posisi tidur dengan bagian kepala ditinggikan 200 - 300, semi fowler, beri bantal pada siku
Mengurangi kebutuhan oksigen danmeningkatkan pengembangan paru secara maksimal
Kolaborasi :
a. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan
Meningkatkan konsentrasi oksigen alveoli dimana dapat mengurangi hipoksemia jaringan
b. Berikan obat-obatan sesuai indikasi
- Diuretika, contoh: Furosemic (Lasik)
Menurunkan kongesti alveoli, merubah pertukaran gas
- Bronchodilator, Contoh : aminofilin
Meningkatkan pemasukan oksigen dengan melebarkan saluran nafas dan mengusahakan efek diuretik terhadap pengurangan kongestif paru.

Hernia inguinalis

Kata hernia pada hakekatnya berarti penonjolan suatu kantong peritonenum, suatu organ atau lemak praperitoneum melalui cacat kongenital atau akuisital dalam parietes muskuloaponeuritik dinding abdomen, yang normalnya tidak dapat dilewati. Hernia merupakan keadaan yang lazim terlihat oleh semua dokter, sehingga pengetahuan umum tentang manifestasi klinis, gambaran fisik dan penatalaksanaan hernia penting.1

Sementara dalam tahun-tahun lampau, banyak hernia diterapi dengan terapi penunjang, namun pada saat ini hampir semua hernia dikoreksi dengan pembedahan, kecuali bila ada kontraindikasi bermakna yang menolaknya. Hernia timbul dalam sekitar 1,5 persen populasi umum di amerika serikat dan 537.000hernia diperbaiki dengan pembedahan pada tahun 1980. sebagian hernia timbul pada regio inguinalis dengan sekitar 50 persen dari ini merupakan hernia inguinalis indirek dan 25 persen sebagai hernia inguinalis direk.1
Hernia inguinalis digambarkan dalam catatan peradaban kuno. Tetapi terlewatkan beberapa abad sebelum pemahaman secar jelas tentang anatomi hernia diberikan. Walaupun ada kemajuan dan gambaran anatomi manusia pada tahun 1800-an, namun penatalaksanaan hernia pada waktu itu terutama dengan observasi atau terapi penunjang, karena hasil terapi bedah sangat buruk. Sebagai contoh, pada tahun 1891 Bull melaporkan hasil terapi hernia di Amerika serikat; terjadi kekambuhan 30-40 persen selama 1 tahun dan 100 persen selama 4 tahun. Pada tahun 1889, Bassini pertama melaporkan hasil yang terus-menerus berhasil dengan perbaikan bedah pada hernia inguinalis. Bassini menggunakan prosedur cermat dengan ligasi tinggi kantong hernia dan pendekatan anatomo cermat bagi conjoined fascia dari muskulus oblikus internus dan transverses abdominis keligamentum inguinal (poupart). Angka kekambuhan dintara 251 pasien pertama hanya 3 persen.1
Halsted, yang tidak menyadari penemuan Bassini sejak dipublikasi dalam jurnal Italia yang tak terkenal, secara bebas menggambarkan tindakan serupa pada tahun 1889. tindakan Halsted juga terdiri dari penjahitan fasia oblikus internus dan transverses abdominis keligamentum inguinale. Dalam tidakan pertamanya, halsted mentransplantasi funikulus spermatikus diatas penutupan fasia oblikus eksternus(Halsted I). Kemudian Halsted melakukan tindakan yang sama, tetapi memungkinkan funikulus spermatikus tetap dalam posisi normalnya dibawah fasia oblikus eksternus(Halsted II). Tindakan Bassini dan Halsted menampilkan kemajuan besar dan zaman penatalaksanaan bedah yang luas dari hernia inguinalis dimulai.1
Sejak karya peloporan ini, sejumlah variasi tehnik telah diperkenalkan bersama dengan konsep baru, dalam usaha menurunkan angka kekambuhan yang telah rendah. Mc Vay mempopularisasikan tehnik perapatan conjoined tendon muskulus oblikus internus dan rektus abdominis ke ligamentum cooper, suatu operasi yang pada mulanya digambarkan oleh lotheissen pada tahun 1889. Shouldice mengenalkan konsep membuka lantai inguinalis dan mengimbrikasi fasia transversalis dengan tehnik jahitan kontinyu. Saat ini operasi yang diuraikan oleh pelopor ini terutama digunakan dalam mengoreksi hernia.1
A. DEFENISI
Hernia inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang pada dinding perut kedalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah saluran yang berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari perut kedalam skrotum sesaat sebelum bayi dilahirkan 2



B. BAGIAN-BAGIAN HERNIA

keterangan:
1. kulit dan jaringan subkutis
2. lapisan muskulo-aponeurisis
3. peritoneum parietal dan jaringan preperitoneum
4. rongga perut
5. cincin atau pintu hernia (tempat keluarnya jaringan/ organ tubuh, berupa LMR yang dilalui kantong hernia)
6. kantong hernia

C. ANATOMI
Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh annulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia tranversalis dan aponeurisis m.transversus abdominis, dimedial bawah, diatas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh annulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponurisis m.oblikus eksternus, dan didasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal berisi tali sperma pada pria, dan ligamentum rotundum pada wanita.3
Nervus ilioinguinalis dan iliofemoralis mempersarfi otot diregio inguinalis, sekitar kanalis inguinalis, dan tali sperma, serta sensibilitas kulit diregio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.3

D. ETIOLOGI
Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang dihubungkan dengan angkat berat. Hernia terjadi jika bagian dari organ perut( biasanya usus) menonjol melalui suatu titik yang lemah atau robekan pada dinding otot yang tipis, yang menahan organ perut pada tempatnya.2
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia, lebih banyak pada pria ketimbang pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.3
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosessus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan didalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.3
Proses turunnya testis mengikuti prosessus vaginalis. Pada nenonatus kurang lebih 90% prosessus vaginalis tetap terbuka sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30 % prosessus vaginalis belum tertutup. Tetapi kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. Tidak sampai 10% anak dengan prosessus vaginalis paten menderita hernia. Pada anak dengan hernia unilateral dapat dijumpai prosessus veginalis paten kontralateral lebih dari separo, sedangkan insiden hernia tidak melebihi 20%. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosessus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia tapi diperlukan faktor lain seperti anulus inguinalis yang cukup besar.3
Tekanan intra abdomen yang meniggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis.
Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya.3
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal, sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus kedalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan n.iliofemoralis setelah apendektomi.3
Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai scrotum disebut hernia skrotalis.3

E. KLASIFIKASI
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari rongga peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari annulus inguinalis ekternus. Apabial hernia berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada dalam m.kremaster terlatak anteromedial terhadap vas deferen dan struktur lain dalam tali sperma3
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, menonjol langsung kedepan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang dibatasi ligamentum inguinal dibagian inferior, pembuluh epigastrika inferior dibagian lateral dan tepi otot rektus dibagian medial. Dasar segitiga hasselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat aponeurisis m.tranversus abdominis yang kadang-kadang tidak sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjafi lemah. Hernia medialis, karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak keskrotum, umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar.3

F. MANIFESTASI KLINIS
Hernia inguinal sering terlihat sebagai tonjolan intermitten yang secara berangsur,-angsur meningkat dalam ukuran dan menjadi ketidaknyamanan yang progresif dan persisten yang progresif. Kadang hanya sedikit nyeri , sakit atau rasa terbakar didaerah lipat paha yang mungkin didapatkan sebelum perkembangan dari penonjolan yang nyata. Ketidaknyamanan ini memperjelas onset dari symtomp hernia yang sering dideskripsikan sebagai rasa sakit dan sensasi terbakar. Gejala itu mungkin tidak hanya didapatkan didaerah inguinal tapi juga menyebar kedaerah pinggul, belakang, kaki, atau kedaerah genital. Disebut "Reffered pain" gejala ketidaknyamanan ini dapat mempercepat keadaan yang berat dan menyusahkan.4
Gejala ketidaknyamanan pada hernia biasanya meningkat dengan durasi atau intensitas dari kerja, tapi kemudian dapat mereda atau menghilang dengan istirahat, meskipun tidak selalu.4
Rasa tidak enak yang ditimbulkan oleh hernia selalu memburuk disenja hari dan membaik pada malam hari, saat pasien berbaring bersandar dan hernia berkurang. Nyeri lipat paha tanpa hernia yang dpat terlihat, biasanya tidak mengindikasikan atau menunjukkan mula timbulnya hernia. Kebanyakan hernia berkembang secara diam-diam, tetapi beberapa yang lain dicetuskan oleh peristiwa muscular tunggal yang sepenuh tenaga. Secara khas, kantong hernia dan isinya membesar dan mengirimkan impuls yang dapat teraba jika pasien mengedan atau batuk. Biasanya pasien harus berdiri saat pemeriksaan , kerena tidak mungkin meraba suatu hernia lipat paha yang bereduksi pada saat pasien berbaring. Hidrokel bertransiluminasi, tetapi hernia tidak.5
Hernia yang tidak dapat dideteksi oleh pemeriksaan fisik, dapat dilihat denagn ultra sonografi atau to mografi komputer. Strangulasi menimbulkan nyeri hebat dalam hernia yang diikuti dengan cepat oleh nyeri tekan, obstruksi interna, dan tanda atau gejala sepsis. Reduksi dari hernia strangulasi adalah kontraindikasi jika ada sepsisatau isi dari sakus yang diperkirakan mengalami gangrenosa.5

G. PEMERIKSAAN FISIK
Daerah inguinalis pertama-tama diperiksa dengan inspeksi , sering benjolan muncul dalam lipat paha dan terlihat cukup jelas. Kemudian jari telunjuk diletakkan disisi lateral kulit skrotum dan dimasukkan sepanjang funikulus spermatikus sampai ujung jari tengah mencapai annulus inguinalis profundus. Suatu kantong yang diperjelas dengan batuk biasanya dapat diraba pada titik ini. Jika jari tangan tak dapat melewati annulus inguinalis profundus karena adanya massa, maka umumnya diindikasikan adanya hernia.Hernia juga diindikasikan, bila seseorang meraba jaringan yang bergerak turun kedalam kanalis inguinalis sepanjang jari tangan pemeriksa selama batuk.1
Walaupun tanda-tanda yang menunjukkan apakah hernia itu indirek atau direk, namun umumnya hanya sedikit kegunaannya, karena keduanya biasanya memerlukan penatalaksanaan bedah, dan diagnosis anatomi yang tepat hanya dapat dibuat pada waktu operasi. Gambaran yang menyokong adanya hernia indirek mencakup turunnya kedalam skrotum, yang sering ditemukan dalam hernia indirek, tetapi tak lazim dalam hernia direk. Hernia direk lebih cenderung timbul sebagai massa yang terletak pada annulus inguinalis superfisialis dan massa ini biasanya dapat direposisi kedalam kavitas peritonealis, terutama jika pasien dalam posisi terbaring. Pada umumnya pada jari tangan pemeriksa didalam kanalis inguinalis, maka hernia inguinalis indirek maju menuruni kanalis pada samping jari tangan, sedangkan penonjolan yang langsung keujung jari tangan adalah khas dari hernia direk.1

H. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Benjolan akan membesar jika penderita batuk, membungkuk, mengangkat beban berat atau mengedan.2
Gejala dan tanda klinik hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan dilipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring . keluhan nyeri jarang dijumpai , kalau ada biasanya didaerah epigastrium, atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada mesenterium pada waktu satu segmen usus halus masuk kedalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau sudah terjadi inkarserasi karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren.3
Tanda klinik pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada inspeksi saat pasien mengedan dapat dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai penonjolan diregio inguinalis yang berjalan dari lateral atas kemedial bawah. Kantong hernia yang kososn kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memeberikan sensasi gesekan dua permukaaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ maka tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum (seperti karet), atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat dicoba mendorong isi hernia denganmenonjolkan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau hernia menyentuh ujung jari, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau samping jari yang menyentuh menandakan hernia inguinalis medialis. Isi hernia pada bayi wanita yang teraba seperti sebuah massa yang padat yang biasanya berisi ovarium.3

I. DIAGNOSIS BANDING
a. Hidrocele pada funikulus spermatikus maupun testis.Yang membedakan:
- pasien diminta mengejan bila benjolan adalah hernia maka akan membesar, sedang bial hidrocele benjolan tetap tidak berubah. Bila benjolan terdapat pada skrotum , maka dilakukan pada satu sisi , sedangkan disisi yang berlawanan diperiksa melalui diapanascopy. Bial tampak bening berarti hidrocele (diapanascopy +).
- Pada hernia: canalis inguinalis teraba usus
- Perkusi pada hernia akan terdengar timpani karena berisi usus
- Fluktuasi positif pada hernia.
b. Kriptochismus
Testis tidak turun sampai ke skrotum tetapi kemungkinanya hanya sampai kanalis inguinalis
c. Limfadenopati/ limfadenitis inguinal
d. Varises vena saphena magna didaerah lipat paha
e. Lipoma yang menyelubungi funikulus spermatikus (sering disangka hernia inguinalis medialis).

J. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
a. Reposisi
Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis strangulate, kecuali pada pasien anak-anak. reposisi dilakukan secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah cincin hernia dengan tekanan lambat tapi menetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkarserasi lebih sering terjadi pada umur dibawah dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia yang lebih elastis dibandingkan dengan orang dewasa.3
Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak dengan pemberian sedative dan kompres es diatas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu enam jam harus dilakukan operasi segera.3
b. Bantalan penyangga
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harusdipakai seumur hidup. Namun cara yang berumur lebih dari 4000 tahun ini masih saja dipakai sampai sekarang.3
Sebaiknya cara ini tidak dinjurkan karena mempunyai komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut didaerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofitestis karena tekanan pada taki sperma yang mengandung pembuluh darah testis.3
2. Operatif
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomo dan hernioplastik
a. Herniotomi
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai kelehernya. Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi, kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong
b. Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplastik seperti memperkecil anulus inguinalis internus dangan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus internus abdominis dan m. oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint tendon ke ligamentum inguinale poupart menurut metode Bassini, atau menjahitkan fasia tranversa m. transversus abdominis, m.oblikus internus abdominis keligamentum cooper pada metode Mc Vay
Bila defek cukup besar atau terjadi residif berulang diperlukan pemakaian bahan sintesis seperti mersilene,prolene mesh atau marleks untuk menutup defek.3

K. PROGNOSIS
Perbaikan klasik memberikan angka kekambuhan sekitar 1% -3% dalam jarak waktu 10 tahun kemudian. Kekambuhan disebabkan oleh tegangan yang berlebihan pada saat perbaikan, jaringan yang kurang, hernioplasti yang tidak adekuat, dan hernia yang terabaikan. Kekambuhan yang sudah diperkirakan, lebih umum dalam pasien dengan hernia direk, khususnya hernia direk bilateral. Kekambuhan tidak langsung biasanya akibat eksisi yang tidak adekuat dari ujung proksimal kantung. Kebanyakan kekambuhan adalah langsung dan biasanya dalam regio tuberkulum pubikum, dimana tegangan garis jahitan adalah yang terbesar.insisi relaksasi selalu membantu. Perbaikan hernia inguinalis bilateral secara bersamaan tidak meningkatkan tegangan jahitan dan bukan merupakan penyebab kekambuhan seperti yang dipercaya sebelumnya. Hernia rekurren membutuhkan prostesis untuk perbaikan yang berhasil, kekambuhan setelah hernioplasti prostesisanterior paling baik dilakukan dengan pendekatan preperitoneal atau secara anterior dengan sumbat prostesis.5




L. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia irreponibel; ini dapat terjadi kalau herniaterlalu besar atau terdiri dari omentum, organ ektraperitoneal (hernia geser) atau hernia akreta. Disini tidak timbul gejala klinik kecuali berupa benjolan. Dapat pula terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulate yang menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat terjadi total atau parsial seperti pada hernia richter. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan parsial. Jarang terjadi inkarserasi retrograde yaitu dua segmen usus terperangkap didalam kantong hernia dan satu segmen lainnya berada dalam rongga peritoneum seperti hurup W.3
Jepitan hernia akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur didalam hernia dan transudasi kedalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringa terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia berisi transudat berupa cairan serosanguinus. Kalau isi hernia terdiri dari usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses local, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.3
Gambaran klinik hernia inkarserata yang mengandung usus dimulai dengan gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan , elektrolit, dan asam basa. Bila sudah terjadi strangulasi karena gangguan vaskularisasiterjadi gangguan toksik akibat gangrene, gambaran klinik menjadi komplek dan sangat serius. Penderita mengeluh nyeri lebih hebat ditempat hernia, nyeri akan menetap karena rangsangan peritoneum.3
Pada pemeriksaan lokal yang ditemukan benjolan yang tidak dapat dimasukkan lagi, disertai nyeri tekan dan tergantung keadaaan isi hernia dapat dijumpai tanda pereitonitis atau abses local. Hernia strangulate merupakan keadaan gawat darurat karena perlu mendpat pertolongan segera.3

M. PENCEGAHAN
Hernia lebih sering terjadi pada seseorang yang mengalami, kelebihan berat badan, menderita batuk menahun, sembelit menahun atau BPH yang menyababkan dia herus mengedan ketika berkemih. Penobatan terhadap bebrbagai keadaan diatas dapat mengurangi resiko terjadinya hernia.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston. Buku ajar bedah(Essentials of surgry. Bagian 2, cetakan I : Jakarta, penerbit buku kedokteran EGC. 1994.
2. www.medicastore. com
3. Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah.edisi revisi.Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC, 1997.
4. www.pubmed. com
5. Schwartz. et al.intisari prinsip-prinsip ilmu bedah.Ed. 6. jakarta: penerbit buku kedokteran EGC, 2000.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More