Selasa, 03 Mei 2011

KEJANG DEMAM

PENGERTIAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( rektal di atas 38 oC ) yang disebabkan oleh proses intrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurogis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4  tahun. Hampir 3 % dari pada anak yang berusia di bawah 5 tahun yang pernah menderita ( Millichap, 1968 ).
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada umur, tinggi serta cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai peranaan.

PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolesme. Bahan baku untuk metabolesme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiuvaskouler.
Dari urainyan trersebut dapat diketahui bahwa sumber otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permjukaan dalam lipolid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalsium ( K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Na+ dan elektrolet lainnya, kecuali ion Cl - . Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsenhtrasi ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terjadi perbedaan potensial membran dari neuron, untuk menjaga keseimbangan potensial membran sel ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP ase yang terdapat dipermukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstravaskuler.
2. Rangsanganan yang datangnya mendadak misal :  mekanis , kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit / keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen meningkat 20 %. Pada anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mempunyai 60 % dari seluruh tubuh dibangdingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi  dari ion K+ muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yaitu “ neurotransmitter “ dan terjadi kejang.

MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat, disebabkan oleh infeksi diluar SSP misal : tonsilitis, OMA, bronkhitis, dll. Serangan kejang biasanya terjadi selama 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik-klonik fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri.  Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tapi setelah beberapa detik/menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan syaraf.
Dua golongan kejang demam dan kriteria ( Divingstone ) :
1. Kejang demam sederhana ( simple fibrile convulsion ).
2. Epilepsi  yang diprovokkasi oleh demam ( epilepsi treggered of fever ).

Kriterian pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana :
Umur anak ketika kejang 6 bulan – 4 tahun.
Kejang berlangsung hanya sebenntar < 15 menit.
Kejang berifat umum.
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
Pemeriksaan syaraf sebelum dan sesudah kejang normal.
Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu tubuh mnormal tidak menunjukkan kelainan.
Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
PROGNOSIS
Prognosis baik bila penanggulangan cepat dan tepat tidak akan mennyebabkan kematian. Resiko yang dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor :
Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
Kelainan dalam perkembangan / kelainan syaraf sebelum anak menderita kejang demam.
Kejang yang berlangsung lama / kejang fokal.

Bila terjadi paling sedikit 2 dari 3 faktor maka di kemudian hari akan mengalami kejang tanpa demam sekitar 13 % dibanndingkan bila hanya 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut. Serangan kejang tanpa demam hanya 2-3 % saja.

PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam, ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Memberantas kejang secepat mungkin.
2. Pengobatan penunjang.
3. Memberikan pengobatan hemat.
4. Mencari dan mengobati penyebab.

Keterangan :
1. Memberantas kejang secepat mungkin.
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat pilihan utama adalah diazepam IV.
2. Pengobatan penunjang.
Semua pakaian ketat dibuka.
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu lakukan intubasi / trakeostomi.
Penghisapan lender harus sercara teratur dan berikan oksigen.
3. Memberikan pengobatan hemat.
Daya kerja diazepam sangat singkat,  yaitu 45-60 menit sesudah disunntikkan, oleh karena itu harus diberikan obat anti epileptik dengan daya kerja lebih lama misal : fenobarbital, fenilhidaatoin.
Pengobatan ini dibagi 2 bagian :
Pengobatan profilaksis intermiten.
Untuk mencegah terulangnya kejang kembali. Pasien yang menderita kejang demam sederhana diberikan obat campuran antikonvulsan adan antipiretika yang harus diberikan kepada anak bila menderita demam lagi.
Profilaksis jangka panjang.
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teraupetik yang stabil dan cukup di dalam darah pasien untuk mencegah terulangnya kejang dikemudian hari.
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah :
Fenobarbital dosis 4-5 mg/kg BB/hari.
Sodium valproat / asam valproat ( epilin, depakene ) dosis 20-30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
Fenitoin ( dilantin ).
Pemberian anti konvulsi pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti pengobatan epilepsi. Menghentikan pengobatan antikonvunsan kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab.
Penyebab dari kejang demam baik  kejang demam sederhana maupun epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan OMA.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN KEJANG DEMAM

A. PENGKAJIAN
1. Indentitas pasien.
2. Keluhan utama.
Anak dalam keadaan suhu tubuh tinggi dan kejang-kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Klien menderita penyakit infeksi seperti tonsilitis, OMA, kenaikan suhu tubuh 38-40 oC atau lebih diikuti aktivitas kejang 15 menit berhenti dengan sendirinya. Kemudian timbul lagi jilka suhu tubuh meningkat diatas normal setelah beberapa jam. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reksi apapun sejenak, tapi setelah beberapa detik / menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan syaraf. Selama aktivitas kejang berbentuk tonik-klonik, tonok, fokal, klonik akinetik. Akibat kejang yang terlalu berat klien bisa mengalami truma. Untuk mengurangi keluhan bisa dikompres dingin dan antipiretik atau pemberian antibiotika untuk mengurangi penyakit infeksi jika aktivitas kejang tidak ada. Hal yang memperberat yaitu keadaan peningkatan suhu tubuh itu sendiri dan kurang pengetahuan keluarga.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Tanyakan pada keluharga mengenai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang sebelumnya, atau pernah menderita penyakit syaraf sebelum dan sesudah mendapat kejang, apakah anak menderita retardasi mental, bagaimana riwayat tumbuh kembangnya.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Tanyakan pada keluarga mengenai anggota keluarga yang pernah mengalami kejang, gangguan sistem persyarafan / gangguan mental. Selain itu tanyakan tentang penyakit keturunan, kardiuvaskuler, metabolik, dsb.
6. Riwayat psikososial
Tanyakan pada orang tuanya tentang immunisasi, apakah anak demam setelah diberi immunisasi dan apakah  bila anak demam karena penyakit tetap diberi vaksin immunisasi. Bangaimana pengetahuan keluarga mengenai demam dan kejang serta penanganannya.

B. PEMERIKSAAN  FISIK
1. Inspeksi
Klien tampak kejang, aktkivitas otot tonik-klonik, tonik, klonik, fokal dan akinetik, berlangsung 15 menit, hipertaki.
2. Palpasi
Suhu tubuh 38 oC, palpasi keadaan denyut jantung, nadi, kontraksi otot tonik-klonik, klonik, tonik.
3. Perkusi
Perkusi keadaan perut, dada/paru, biasanya dalam keadaan normal, kecuali ada penyakit penyerta atau penyakit infeksi lainnya.
4. Auskultasi
Denyat jantung tidak teratur, hipotensi arterial.

C. STUDI DIAGNOSTIK
Hasil normal EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal/tidak menunjukkan gejala kelainan. Pemeriksaan darah tergantung penyakit infeksi yang dapat menyebabkan demam. Gas darah arteri perlu jika terjadi distress pernafasan.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman / panas dan nyaman b/d proses infeksi, tindakan perawatan : pemasangan infus, suction dan efek hospitalisasi, dimanifestasikan dengan ; terpasang infus, suction, gelang-gelang pengaman, suhu tubuh meningkat 38 oC, klien gelisah dan tidak kolaboratif.
Tujuan : rasa nyaman dan nyaman terpenuhi/tidak ada gangguan rasa nyaman dan nyaman.
Kriteria   :  klien menunjukkan kolaboratif dengan tindakan keperawatan, suhu tubuh normal ( 36,5-37 oC ).
Intervensi :
Kaji tingkat ketidak nyamanan dan ketidak amanan klien.
Lakukan tindakan keperawtan dengan lemah lembut  dan kasih sayang.
Beri kompres dingin di daerah frontal/axilla secara bertahap.
Lakukan tindakan keperawatan dengan teknik pedeatrik ; mainan/canda.
Beri minum yang cukup.
Kaji / observasi suhu tubuh tiap 2 jam.
Buka baju klien.
Jika terjadi hiperpireksia, lakukan hibernasi dengan kompres alkohol / es dengan obat klopromazin / prometazon..
Buka/lepas gelang-gelang pengaman jika awitan kejang hilang dan klien sadar.
Kolaborasi dalam pemberian antibiotik dan antipiretik

2. Kecemasan orang tua b/d kurang pengetahuan tentang penyakit anaknya, dimanifestasikan ; orang tua selalu menanyakan tentang keadaan anaknya, orang tuanya cemas, meremas-remas tangannya.
Tujuan : kecemasan orang tua berkkurang/tidak ada.
Kriteria : orang tua tidak banyak bertanya tentang keadaan anaknya dan tidak menunjukkan keadaan cemas.
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan orang tua.
Jelaskan pada  orang tuan tentang proses penyakit dan prognosisnya.
Kaji dan indentifikasi koping orang tua terhadap kecemasan.
Beri wakktu orang tua untuk mengaekspresikan perasaannya.
Beri penjelasan pada orang tua tentang pencegahan dan penanganan bila terjadi kejang demam

3. Resiku terjadi truma b/d aktivitas kejang, dimanifestasikan : klien kejang, otot tonik-klonik.
Tujuan : tidak terjadi truma.
Kriteria : kejang berkurang/hilang, aktivitas otot tonik-klonik berkurang/ hilang.
Intervensi :
Baringkan klien di tempat yang rata dan aman.
Pasang sulit lidahdan gudel.
Beri gelang-gelang pengaman/pagal di pinggir  tempat tidur.
Anjurkan klien untuk mendampingi klien setiap waktu.
Hindari benda-benda berbahaya dan tajam di sekitatr klien.
Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan.

4. Resiko terjadi kerusakan sel otak b/d aktivitas kejang, peningkatan permebilitas kapiler, peningkatan metabolesme otak, kontriksi pembuluh darah dan asidosis laktat, dimanifestasikan : anoxia, suhu tubuh meningkat 38oC, tachipnea, hipotensi arterial, denyut jantung ereguler, kejang berlangsung lama 15 menit.
Tujuan : kerusakan sel otak tidak terjadi.
Kriteria : suhu tubuh normal (36,5-37oC ), eupnea, nadi reguler  100 kali/menit, kejang berkurang / hilang, tonik-klonik otot berkurang/hilang.
Intervensi :
Observasi tanda vital tiap 2 jam.
Baringkan klien di tempat yang datar.
Lakukan suction dan miringkan kepala klien.
Beri oksigen sesuai pesanan.
Bari terapi IV dengan kadar Na yang tidak terlalu tinggi.
Kolaborasi dalam pemberian kortikosteroid/glukokortikoid.
Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan seperti diazepam/fenobarbital.
Bila kejang tidak dapat dihentikan dengan obat-obatan maka sebaiknya klien segera dirujuk ke ICU.
Kolaborasi dengan radiologi dalam pemeriksaan EEG.
5. Resti terjadi distress pernafasan ; apnea b/d kontriksi pembuluh darh otak terhadap sistem syaraf pernafasan, aktivitas kejang yang berlebihan/berat, dimanifestasikan : tachipnea, kejang yang berlebihan/berat, anoxia.
Tujuan : distress pernafasan tidak terjadi.
Kriteria : eupnea (18-22 kali/menit), kejang berkurang/hilang, anoxia jaringan  tidak ada.
Intervensi :
Observasi tanda vital tiap 2 jam.
Barkingkan klien di tempat yang datar.
Lakukan suction dan miringkan kepala klien.
Buka pengikat pakaiyan ( ikat pinggang ) klien.
Beri oksigen sesuai pesanan.
Kolaborasi dalam pemberian kortikosteroid / glukokortikoid (dexamethason).
Kolaborasi dalam pemberian antikonvulsan seperti diazepam/fenobarbital.

PENYULUHAN
Penyuluhan kesehatan yang perlu diberikan kepada klien dan keluarga :
1. Harus selalu tersedia obat penujrun panas atas resep dokter yang mengandung antikonvulsan.
2. Anak harus segera diberi obat antiperetik bila orang tua mengetahui anak mulai kejang ( jangan menunggu suhu meningkat lagi ), pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya. Jika masih demam bawa segera ke dokter/puskesmas.
3. Bila terjadi kejang, baringkan anak ditempat yang rata, kepala dimiringkan. Buka bajunya dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus dengan kain/ sapu tangan yang bersih di dalam mulutnya (jelaskan apa tujuannya). Setelah kejang berhenti, paien sudah bangun dan sadar kembali suruh minum obatnya dan tunggu sampai keadaan betul-betul tenang. Jika suhu pada waktu kejang tinggi sekali supaya dikompres dingin, agar lebih efektif anjurkan supaya dicampur dengan es, paien diberi banyak minum.
4. Apabila terjadi kejang berulang / kejang terlalu lama walaupun sudah diberikan obat, segera bawa klien ke RS karena hanya dokter yang mampu memberikan  pertolongan pada pasien yang menderita status konvulsivus.
5. Beri tahukan orang tua jika anak akan memperoleh immunisasi agar memberitahukan pada dokter /petugas bahwa anaknya menderita kejang demam (agar tidak diberikan pertusis).
6. Walaupun tidak terjadi lagi (sudah lama tidak kambuh lagi) supaya orang tua tidak menghentikan terapi sendiri. Jelaskan bahwa pengobatan ini berlangsung 3 tahun, kemudian secara bertahap dosis dikurangi dalam waktu 3 atau 6 bulan.


DAFTAR PUSTAKA
Gilbert, patricia; 1986; Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak-Anak; alih bahasa; dr. Petrus Andrianto; penerbit arcan; Jakarta.
Lewar,helen; 1993; Belajar Merawat Di Bangsal Anak; alih bahasa; Enie N; editor; Ni Luh Gede Yasmin Asih; penerbit EGC; Jakarta.
Ngastiyah; 1997; Perawatan Anak Sakit; penerbit; EGC; Jakarta.
Stap Pengajar Ilmu Pengetahuan Anak; 1985; Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak; penerbit; informedika; Jakarta.
Mayers, susan Tucker; 1998; Standar Perawatan Pasien; Edisi 3; volume V; penerbit EGC; Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More