This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 18 Mei 2011

ASTHMA

A. Konsep dasar
1. Pengertian
a. Asthma Bronkiale
Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).
b. Status Astmatikus
Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995).
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah
a. Anatomi dan fisiologi
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995).
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997).
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai 100%(Lorraine M. Wilson, 1995).
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring, orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997).
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya (Syaifuddin,1997). Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 1995).
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek , lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua cabang,(Syaifuddin,1997).
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,(Lorraine M. Wilson,1995).
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi. Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang. Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir). Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara mengalir keluar paru,(Lorraine M. Wilson,1995).
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida mengalir dari darah ke alveoli,(John Gibson,1995).
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat, natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 = 100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson, 1995).
Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35 – 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2 baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ).
b. Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
c. Penatalaksanaan
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b) Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
(Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).
Dampak masalah
a. Pada klien
Penderita asthma harus merubah gaya hidup sehari-hari untuk menghindari faktor pencetus. Perubahan ini dimulai dari lingkungan hidup sanpai dengan lingkungan kerja. Pada klien dengan serangan asthma, maka terjadi penurunan nafsu makan, minum sehingga mempengarui status nutrisi klien. Dalam istirahat klien sangat terganggu sehingga dapat menyebabkan kelelahan. Adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan oksigen mempengarui toleransi dalam melakukan aktivitas, kelelahan cepat lelah dan ketidak mampuan memenuhi ADL. Klien dapat tumbuh dan berkembang menjadi rendah diri, merasa tidak mampu, berkepribadian labil,mudah tersinggung,gelisah dan cemas. Adanya keterbatasan aktifitas, klien lebih tergantung pada orang lain, terkadang klien tidak dapat berperan sesuai dengan peranya, (Antony C. 1997 ; Tjen daniel, 1991).
b. Pada keluarga
Melihat kondisi klien dengan gejala asthma dan dirawat dirumah sakit, tentang penyebab, prognosa penyakit dan keberhasilan dari terapi, akan menimbulkan kecemasan pada keluarga. Perlunya klien dirawat dirumahsakit menimbulkan respon kehilangan pada keluarga yang ditinggalkan. Peran klien dalam keluarga sebagai sumber ekonomi akan terganggu karena klien tidak bisa masuk kerja serta perawatan dan biaya rumah sakit yang tidak sedikit akan menjadi beban bagi keluarga.

B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, atau masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang, optimal didalam memberikan asuhan keperawatan dugunakan metode proses keperawatan yang meliputi:pengkajian, diagnosa keperawatanm, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data.
1) Identitas klien.
Pengajian mengenai nama, umur danjenis kelamin perlu di kaji pada penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan serangan pada usia dewasa di mingkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asthma, pekerjaan, serta bangsa perlu juga digaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan elergen. Hal lain yang perlu dikaji tentang : Tanggal MRS, Nomor Rekam Medik, dan Diagnosa medis. (Antony C, 1997; M Amin 1993; karnen B 1994).
2) Riwayat penyakit sekarang.
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain yaitu : Wheezing, Penggunaan otot bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.
3) Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asthma (Tjen Daniel, 1991)
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Pada klien dengan serangan status asthmatikus perlu dikaji tentang riwayat penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan, (Hood Alsagaf, 1993)
5) Riwayat spikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang berat berpotensial terjadi serangan asthma. yatim piatu, ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bisa menjalankan peranan seperti semula, (Antony Croket, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
6) Pola fungsi kesehatan
a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan asthma (Antony Crokett ;1997, Tjien Daniel ;1991, Karnen B;1994)
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan, laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien, (Hudak dan Gallo;1997)
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam melaksanakannya.
d) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien, ( Antony C;1997)
e) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Exerase Induced Asthma, (Tjien Daniel;1991)
f) Pola hubungan dan peran
Gejala asthma sangat membatasi gejala klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat ataupun lingkungan kerja, (Antony C, 1997)
g) Pola persepsi dan konsep diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien tarhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapt menghambat respon kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang ada pada kehidupan klien dengan asthma meningkatkan kemungkinan serangan asthma yang berulang.
h) Pola sensori dan kognetif
Kelainan pada pola persepsi dan kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asthma yang berulangpun akan semakin tinggi.
i) Pola reproduksi seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan klien. Masalah ini akan menjadi stressor yang akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asthma.
j) Pola penangulangan stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus serangan asthma maka perlu dikaji penyebab terjadinya stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor, (Tjien Daniel;1991)
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif
7) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien (Laura A. T.; 1995, Karnen B ;19983).
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam. (Karnen B ;1994, Laura A. Talbot; 1995).
c) Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.(Laura A.Talbot;1995).
d) Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya (Laura A. Talbot ; 1995)).
e) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung,rinitis alergi dan fungsi olfaktori (Karnen B.;1994, Laura A. Talbot;1995)
f) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan suara. (Karnen B.:1994)).
g) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan (Karnen B.;1994).
h) Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.(Karnen B.;1994, Laura A.T.;1995).
(2) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus (Laura A.T.;1995).
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. (Laura A.T.;1995).
(4) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing. (Karnen B .;1994).
i) Kardiovaskuler.
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus, (Robert P.;1994, Laura A. T.;1995).
j) Abdomen.
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi karena dapat merangsang serangan asthma frekwensi pernafasan, serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi (Hudak dan Gallo;1997, Laura A.T.;1995).
k) Ekstrimitas.
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma,(Laura A.T.;1995).
8) Pemeriksaan penunjang.
a) Pemeriksaan spinometri.
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma, (Karnen B;1998).
b) Tes provokasi brokial.
Dilakukan jika pemeriksaan spinometri internal. Penurunan FEV, sebesar 20% atau lebih setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum di anggap bermakna bila menimbulkan penurunan PEFR 10 % atau lebih,(Karnen B.;1998).
c) Pemeriksan tes kulit.
Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh, (Karnen B.;1998).
d) Laboratorium.
(1) Analisa gas darah.
Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik,(Karnen B.;1998).
(2) Sputum.
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel – sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik,(Arjadiono T.;1995).
(3) Sel eosinofil
Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000 – 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat,(Arjadiono T.;1995).
(4) Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit lebih dari 15.000 terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan karena kerusakkan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea,(Arjadiono T.;1995).
e) Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain, (Karnen B.;1998).
f) Elektrokardiogram
Perubahan EKG didapat pada 50% penderita Status Asthmatikus, ini karena hipoksemia, perubahan pH, hipertensi pulmunal dan beban jantung kanan . Sinus takikardi – sering terjadi pada asthma.
b. Analisa data
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.
2. Diagnosa Keperawatan .
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status kesehatan atau masalah aktual atau potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam mengidentifikasi dan mensintesis data klinis dan menentukan intervensi keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada pada tanggung jawabnya, (Lismidar ; 1992).
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien status astmatikus.
a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual C.;1995).
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan Gallo ;1997).
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual C;1995).
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,(Susan Martin Tucker;1993).
e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas, (Hudak dan Gallo;1997).
f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi, (Hudak dan Gallo;1997).
g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2 hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, (Hudak dan Gallo;1997).
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri saat pulang,(Susan Martin Tucker;1993).
Perencanaan
Setelah pengumpulan data klien, mengorganisasi data dan menetapkan diagnosis keperawatan maka tahap berikutnya adalah perencanaan . Pada tahap ini perawat membuat rencana perawatan dan menentukan pendekatan apa yang digunakan untuk memecahkan masalah klien. Ada tiga pase pada tahap perencanaan yaitu menentukan prioritas, menentukan tujuan dan merencanakan tindakan keperawatan, (Lismidar;1992).
Perencanaan dari diagnosis – diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai berikut:
a. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus bronkospasme.
1) Tujuan
Jalan nafas menjadi efektif.
2) Kriteria hasil
(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.
(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif
(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi
(d) tidak ada suara nafas tambahan
3) Rencana tindakan
(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.
(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi
(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan
(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.
(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut
4) Rasional
(a) Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi
(b) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi
(c) Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.
(d) Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan
(e) Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.
(f) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.
b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.
1) Tujuan
Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif
2) Kriteria hasil
(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru
(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut
3) Rencana tindakan
(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler
(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif
(d) Minimalkan distensi gaster
(e) Kaji pernafasan selama tidur
(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea
4) Rasional
(a) Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(b) Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada organ paru
(c) Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif
(d) Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma
(e) Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif
(f) Rasa ragu–ragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.
c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.
1) Tujuan
Asietas berkurang atau hilang.
2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.
(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.
(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.
3) Rencana tindakan.
(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.
(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.
(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.
(d) Implementasikan teknik relaksasi.
(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.
(f) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.

4) Rasional.
(a) Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.
(b) Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.
(c) Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.
(d) Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan
(e) Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.
d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.
1) Tujuan
Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.
2) Kreteria hasil
(a) Frekuensi nafas 16 – 20 kali/menit
(b) Frekuensi nadi 60 – 120 kali/menit
(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal

3) Rencana tindakan
(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran
(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler
(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran
(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2
(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda – tanda toksisitas
4) Rasional
(a) Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien
(b) Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik
(c) Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat – obat darurat.
(d) Pemberian oksigen mengurangi beban otot – otot pernafasan
(e) Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya
(f) Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis
e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas

3) Tujuan
Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi
4) Kriteria hasil
(a) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit
(b) Tidak terjadi penurunan berat badan
5) Rencana tindakan
(a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.
(b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum makan.
(c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cerna
(d) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuan
(e) Bantu klien istirahat sebelum makan
(f) Timbang berat badan setiap hari
6) Rasional
(a) Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.
(b) Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu makan.
(c) Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.
(d) Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.
(e) Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan.
(f) Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.
f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi.
1) Tujuan
Klien tidak mengalami infeksi nosokomial
2) Kriteria hasil
Tidak ada tanda – tanda infeksi
3) Rencana tindakan
(a) Monitor tanda – tanda infeksi tiap 4 jam.
(b) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.
(c) Pertahankan kewaspadaan umum.
(d) Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.
(e) Berikan nutrisi yang adekuat
(f) Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan
(g) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
4) Rasional
(a) Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda – tanda infeksi
(b) Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial
(c) Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.
(d) Sputum merupakan media berkembangnya kuman.
(e) Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.
(f) Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.
(g) Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.
g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2, hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.
1) Tujuan
Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan tingkat enegi saat terbangun
2) Kriteria hasil
(a) Mampu mendiskusikan penyebab keletihan
(b) Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh
(c) Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.
3) Rencana tindakan
(a) Jelaskan sebab – sebab keletihan individu
(b) Hindari gangguan saat tidur.
(c) Menganalisa bersama – sama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala Rhoten (1982).
(d) Indentivikasi aktivitas – aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan istirahat.
(e) Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.
(f) Pertahankan tambahan O2 bila latihan .
(g) Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.
4) Rasional
(a) Diketahuinya faktor–faktor penyebab maka diharapkan bias menghindarinya.
(b) Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah aktivitas.
(c) Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami klien.
(d) Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan aktifitas dan kebutuhan istirahat.
(e) Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.
(f) O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.
(g) Sedatif dan hipnotik melemahkan otot–otot khususnya otot pernafasan.
h. Resiko tinggi ketidak patuhan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang.
1) Tujuan
Klien mampu mendemontrasikan keinginan untuk mengikuti rencana pengobatan.
2) Kriteria hasil
(a) Klien mampu menyampaikan pengertian tentang kondisi dan perawatan diri pada saat pulang
(b) Menggunakan alat – alat pernafasan yang tepat
3) Rencana tindakan
(a) Bantu mengidentifikasi faktor – faktor pencetus serangan asthma
(b) Ajarkan tindakan untuk mengatasi asthma dan mencegah perawatan di rumah sakit
(c) Anjurkan dan beri alternative untuk menghindari faktor pencetus.
(d) Ajarkan dan biarkan klien mendemontrasikan latihan pernafasan .
(e) Jelaskan dan anjurkan untuk menghindari penyakit infeksi.
(f) Instruksikan klien untuk melaporkan bila ada perubahan karakteristrik sputum, peningkatan suhu, batuk, kelemahan nafas pendek ataupun peningkatan berat badan atau bengkak pada telapak kaki.
4) Rasional
(a) Diketahuinya faktor pencetus mempermudah cara menghindari serangan asthma .
(b) Tindakan preventif merupakan salah satu upaya yang di lakukan untuk memberikan pelayanan secara komprehensif.
(c) Salah satu upaya preventif adalah menghindarkan klien dari faktor pencetus.
(d) Klien dengan asthma sewring mengalami kecemasan yang mengakibatkan pola nafas tidak efektif sehingga perlu dilakukan latihan pernafasan.
(e) Infeksi terutama ISPA menjadi faktor penyebab serangan asthma .
(f) Perubahan yang terjadi menunjukan perlunya penanganan segera agar tidak mengalami komplikasi.
3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat . Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya

Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

Selasa, 17 Mei 2011

PLASENTA PREVIA

A. DEFINISI
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).
Menurut Prawiroharjo (1992), plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum.
Menurut Cunningham (2006), plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.

B. ETIOLOGI
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup:
1. Perdarahan (hemorrhaging)
2. Usia lebih dari 35 tahun
3. Multiparitas
4. Pengobatan infertilitas
5. Multiple gestation
6. Erythroblastosis
7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya
8. Keguguran berulang
9. Status sosial ekonomi yang rendah
10. Jarak antar kehamilan yang pendek
11. Merokok
Menurut Hanafiah (2004) klasifikasi plasenta previa dapat dibedakan menjadi 4 derajat yaitu:
a. Total bila menutup seluruh serviks
b. Partial bila menutup sebagian serviks
c. Lateral bila menutup 75% (bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta).
d. Marginal bila menutup 30% (bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir).

C. FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah:
1. Melebarnya pertumbuhan plasenta:
a) Kehamilan kembar (gamelli).
b) Tumbuh kembang plasenta tipis.
2. Kurang suburnya endometrium:
a) Malnutrisi ibu hamil.
b) Melebarnya plasenta karena gamelli.
c) Bekas seksio sesarea.
d) Sering dijumpai pada grandemultipara.
3. Terlambat implantasi:
a) Endometrium fundus kurang subur.
b) Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang siap untuk nidasi.

D. PATOFISIOLOGI (PATHWAY)
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.


Etiologi, kehamilan lanjut dan persalinan

Segmen bawah melebar dan menipis

Pembukaan serviks

Plasenta menempel di segmen bawah/plasenta lepas dari dinding uterus

Sinus uterus robek

Perdarahan


E. TANDA DAN GEJALA
Menururt FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa diantaranya adalah:
a. Pendarahan tanpa sebab tanpa rasa nyeri dari biasanya dan berulang
b. Darah biasanya berwarna merah segar.
c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin.
e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.

F. KOMPLIKASI
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut:

1. Pada ibu dapat terjadi:
a. Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
b. Anemia karena perdarahan
c. Plasentitis
d. Endometritis pasca persalinan
2. Pada janin dapat terjadi:
a. Persalinan premature
b. Asfiksia berat

G. PROGNOSIS
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya.
Faktor resiko yang juga penting dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya ,kejadian plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat seksio. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing, pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan amnion (Hanafiah, 2004).
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa (Hanafiah, 2004).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
a. Kaji kondisi fisik klien
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus
c. Menganjurkan klien istirahat
d. Mengobservasi perdarahan
e. Memeriksa tanda vital
f. Memeriksa kadar Hb
g. Berikan cairan pengganti intravena RL
h. Berikan betametason untuk pematangan paru bila perlu dan bila fetus masih premature
i. Lanjutkan terapi ekspektatif bila KU baik, janin hidup dan umur kehamilan < 37 minggu.

I. DATA SISTEM PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik
a) Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1) Rambut dan kulit
a. Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
b. Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
c. Laju pertumbuhan rambut berkurang.
2) Wajah
a. Mata : pucat, anemis
b. Hidung
c. Gigi dan mulut
3) Leher
4) Buah dada / payudara
a. Peningkatan pigmentasi areola putting susu
b. Bertambahnya ukuran dan noduler
5) Jantung dan paru
a. Volume darah meningkat
b. Peningkatan frekuensi nadi
c. Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah pulmonal.
d. Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
e. Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
f. Diafragma meningga.
g. Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
6) Abdomen
a. Menentukan letak janin
b. Menentukan tinggi fundus uteri
7) Vagina
a. Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda Chandwick)
b. Hipertropi epithelium
8) System musculoskeletal
a. Persendian tulang pinggul yang mengendur
b. Gaya berjalan yang canggung
c. Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis rectal

b) Khusus
1) Tinggi fundus uteri
2) Posisi dan persentasi janin
3) Panggul dan janin lahir
4) Denyut jantung janin
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. USG untuk diagnosis pasti, yaitu untuk menentukan letak plasenta.
b. Pemeriksaan darah: Hb, Ht (Roeshadi, 2004).

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan tidak efektif (plasental) b.d. kehilangan darah (hipovolemia).
2. Cemas b.d. perubahan yang menyertai kehamilan.

K. PERENCANAAN
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat menunjukkan perfusi yang adekuat, dengan kriteria hasil:
• Tanda-tanda vital stabil
• Membrane mukosa berwarna merah muda
• Pengisian kapiler normal (< 2 dtk).
• Haluaran urin adekuat.
• Pernapasan adekuat • Kaji penyebab terjadinya perdarahan (abrasi plasenta, plasenta previa, merokok, penggunaan kokain, PIH (pregnance induced hiertention).
• Kaji secara akurat kemunginan harapan hidup janin, kaji juga kapan menstruasi terakhir ibu, prioritaskan pelaporan yang didapat dari Ultrasound atau riwayat obstetrik.
• Inspeksi keadaan perineum, hitung jumlah dan karkateristik perdarahan.
• Monitor TTV
• Lakukan persiapan prosedur emergency antepartum , partum, seperti terapi oksigen, terapi parenteral IV dan mungkin infuse parallel.
• Catat masukan dan pengeluaran makanan dan minuman.
• Elevasikan ekstremitas bawah untuk meningkatkan perfusi ke aorgan vital dan fetus.
• Untuk menetapkan terapi yang sesuai.
• Untuk dapat mencegah komplikasi dari perdarahan.
• Untuk mengetahui perkembangan dari perdarahan yang terjadi oek
• Untuk mencegah komplikasi sedini mungkin.
• Untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik.
• Mencegah kekurangan elektrolit, cairan dan nutrisi.
• Agar aliran darah lancar

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat:
• Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
• Mempertahankan tindakan yang mengontrol cemas.
• Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi cemas.
• Memonitor faktor risiko dari lingkungan
• Membantu klien mengidentifikasi penyebab cemas yang dialaminya.
• Mengajari klien cara melakukan teknik relaksasi
• Klien dapat menyebtkan penyebab cemas yang sedang di alaminya.
• Memberikan penjelasan kepada klien mengenai kondisi penyakit yang sedang dialaminya.
• Mengetahui penyebab utama kecemasan dan dapat segera dilakukan pengobatan.
• Untuk mengontrol terjadinya kecemasan.
• Mengidentifikasi faktor penyebab ketidaknyamanan klien dan dapat dijadikan sebagai fokus utama penangana terhadap kecemasan klien.
• Memberikan informasi sejelasnya kepada klien.

DAFTAR PUSTAKA

FKUI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta.
Cunningham, FG, Norman, F, Kenneth, J, Larry, C & Katharine, D 2006, Obstetri williams, Edisi ke 21, EGC, Jakarta.

Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Hanafiah, TM 2004, Plasenta previa, diakses tanggal 1 Juni 2009, http://library.usu.ac.id

Manuaba, IBG 2003, Ilmu kebidanan, penyakit kandungan, dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan, EGC, Jakarta.

McCloskey & Bulechek. 2000. “Nursing interventions classification (NIC)”, United States of America, Mosby.

Meidean, JM. 2000. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”,United States of America. Mosby.

Mochtar, R 1998, Sinopsis obstetri: Obstetri fisiologi, obstetri patologi, Edisi ke 2, EGC, Jakarta.

NANDA 2005. “Nursing diagnosis definitions & classification”. Philadelphia. Locust Street.

Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. III, cet.II, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1992,hal.365-376.

Roeshadi, RH 2004, Gangguan dan penyulit pada masa kehamilan, diakses tanggal 12 Mei 2008, http://library.usu.ac.id

Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson. 1995. Patofisiologi Volume 2. EGC : Jakarta

Karakter cewek berdasarkan warna.

Secara tidak sadar menyukai warna telah mengirimkan stimlus pada respon sikap kita. Pesan ini tersimpan jauh dalam alam sadar kita sehingga menjadi sikap yang terus menerus atau bisa dibilang watak anda sendiri. Berikut gambaran karakter sesuai warna yang disukai,
1. Putih
Cewek yang suka warna putih biasanya innocent. Perasaannya halus, memiliki ketulusan hati yang nggak usah dipertanyakan lagi. Tapi cewek penyuka warna putih gampang tersinggung, trus kalo ngambek lamaaaaaaa banget sembuhnya. Soalnya dia tuh pendendam dan satu lagi orangnya plinplan.

2. Hitam
Cewek yang suka warna hitam biasanya dominan, suka ngatur, selalu pengen dihargai lebih, stubborn, dan gengsinya gedheeeeeeee banget.
Tapi dibalik itu semua cewek penyuka warna hitam punya sisi positif yaitu : bukan cewek gampangan, independent, berpendirian teguh, dan biasanya smart ( kalau yang satu ini emang tergantung orangnya mau belajar lebih atau nggak. Kalau nggak yaaaa nggak jadi smart-lah )

3. Merah
Cewek yang suka warna merah biasanya ramah, lovely, ceria, berani bahkan cenderung nekat. Cewek ini suka melakukan sesuatu yang bikin jantung berdegup kencang alias suka tantangan. Tapi jeleknya, cewek penyuka warna merah tuh kalo marah bisa sampai ngamuk2 dan kalo nangis tuh sampai meraung2 bahkan bisa menimbulkan kebanjiran.
Kalo karakter cewek penyuka warna pink pada dasarnya sama aja sih dengan cewek penyuka warna merah, tambahannya cuma satu, cewek penyuka warna pink tuh rata2 lebih romantis.

4. Biru
Kesan pertama yang muncul kalo kita ngeliat cewek penyuka warna biru adalah cewek itu dingin dan susah didekati.Tapi kalo kita udah kenalan, kita bakal sadar kalo ternyata cewek nih bawaannya emang cool dan bisa bikin siapapun yang di dekatnya merasa nyaman dan damai.
Cewek penyuka warna biru paling anti berkonfrontasi. Di satu sisi emang bagus sih. Tapi ini bakalan bikin makan ati trus lama2 depresi.

5. Hijau
Cewek penyuka warna hijau cenderung berpembawaan kalem ( dari cara ngomong sampai tingkah laku ), tapi selalu tampil fresh dan bikin suasana jadi fresh. Jarang tersinggung, jarang ngambek, berpegang teguh pada tata krama, udah githu pemaaf lagi orangnya.
Kekurangannya cewek penyuka warna hijau tuh masih gampang percaya sama hal2 yang berbau mistis / mitos.( tapi kalo menurutku sih nggak masalah kalo percaya sama hal2 kayak githu, asal nggak ganggu orang lain aja )

6. Kuning
Cheerful! Talkactive, senang bercanda, dan suka ketawa kenceng2. Pokoknya cewek yang suka warna kuning nggak suka bersedih hati dan berada pada kondisi yang muram. Dia punya stok energi yang nggak ada habis2nya.
Sayangnya, cewek penyuka warna kuning sering loose control! Gegabah dalam mengambil keputusan, ceroboh, hingga akhirnya jadi ribet sendiri.

7. Ungu
Cewek penyuka warna ungu cenderung berorientasi pada sesuatu yang berkelas plus mahal. Cewek penyuka warna ungu cenderung sombong dan suka pilih2 teman ( tapi nggak semua cewek penyuka warna ungu githu siiih ).
Cewek penyuka warna ungu adalah cewek superfeminin dan superromantis. Dia sangat mengagung2kan cowok yang dicintainya dan selalu ingin memanjakan pacarnya.

8. Coklat
Cewek penyuka warna coklat tuh egois, sangat berpegang teguh pada prinsip2nya yang mana prinsip2 itu nggak bisa diterima sama orang lain. Udah githu orangnya kekanak2an banget. Kalo dia nggak berhasil melakukan apa keinginannya, dia bakalan muram dan menyendiri

Rabu, 11 Mei 2011

Retardasi mental

Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama pada retardasi mental ialah intelegensi yang terbelakang atau keterbelakangan mental. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.
Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai keterbatasan dalam kecerdasan yang mengganggu adaptasi normal terhadap lingkungan.
Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO)
Retardasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991).

Etiologi

Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks). Keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.

Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :
• Akibat infeksi atau intoksikasi. Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
• Akibat rudapaksa atau disebabkan fisik lain. Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
• Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi. Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.
• Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu diberikan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
• Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal). Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.
• Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas. Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.
• Akibat kelainan kromosom. Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya. Hal ini mencakup jumlah terbesar dari penyebab genetic dan paling sering adalah trisomi yang melibatkan kromosom tambahan, misalnya 47 dibandingkan keadaan normal sebesar 46. Kelainan kromosom seks, seperti sindroma Klinefeker (XXY), sindroma Turner dan berbagai mosaic, dapat juga berkaitan dengan retardasi mental.
• Akibat prematuritas. Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
• Akibat gangguan jiwa yang berat. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
• Akibat deprivasi psikososial. Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor – faktor biomedik maupun sosiobudaya.

Manifestasi klinis

Retardasi mental bukanlah suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Hasil bagi intelegensi (IQ = “Intelligence Quotient”) bukanlah merupakan satusatunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat.

Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR yaitu :
1. Retardasi mental berat sekali IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental.
2. Retardasi mental berat IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang terkena retardasi mental.
3. Retardasi mental sedang IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang terkena retardasi mental.
4. Retardasi mental ringan IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.

Tingkat Kisaran IQ Kemampuan Usia Prasekolah
(sejak lahir-5 tahun) Kemampuan Usia Sekolah
(6-20 tahun) Kemampuan Masa Dewasa
(21 tahun keatas)
Ringan 52-68 • Bisa membangun kemampuan sosial & komunikasi
• Koordinasi otot sedikit terganggu
• Seringkali tidak terdiagnosis • Bisa mempelajari pelajaran kelas 6 pada akhir usia belasan tahun
• Bisa dibimbing ke arah pergaulan sosial
• Bisa dididik Biasanya bisa mencapai kemampuan kerja & bersosialisasi yg cukup, tetapi ketika mengalami stres sosial ataupun ekonomi, memerlukan bantuan
Moderat 36-51 • Bisa berbicara & belajar berkomunikasi
• Kesadaran sosial kurang
• Koordinasi otot cukup • Bisa mempelajari beberapa kemampuan sosial & pekerjaan
• Bisa belajar bepergian sendiri di tempat-tempat yg dikenalnya dengan baik • Bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dengan melakukan pekerjaan yg tidak terlatih atau semi terlatih dibawah pengawasan
• Memerlukan pengawasan & bimbingan ketika mengalami stres sosial maupun ekonomi yg ringan
Berat 20-35 • Bisa mengucapkan beberapa kata
• Mampu mempelajari kemampuan untuk menolong diri sendiri
• Tidak memiliki kemampuan ekspresif atau hanya sedikit
• Koordinasi otot jelek • Bisa berbicara atau belajar berkomunikasi
• Bisa mempelajari kebiasaan hidup sehat yg sederhana • Bisa memelihara diri sendiri dibawah pengawasan
• Dapat melakukan beberapa kemampuan perlindungan diri dalam lingkungan yg terkendali
Sangat berat 19 atau kurang • Sangat terbelakang
• Koordinasi ototnya sedikit sekali
• Mungkin memerlukan perawatan khusus • Memiliki beberapa koordinasi otot
• Kemungkinan tidak dapat berjalan atau berbicara • Memiliki beberapa koordinasi otot & berbicara
• Bisa merawat diri tetapi sangat terbatas
• Memerlukan perawatan khusus

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

A. Tanda dan gejala :
• Mengenali sindrom seperti adanya DW atau mikrosepali
• Adanya kegagalan perkembangan yang merupakan indikator : RM seperti anak RM berat biasanya mengalami kegagalan perkembangan pada tahun pertama kehidupannya, terutama psikomotor; RM sedang memperlihatkan penundaan pada kemampuan bahasa dan bicara, dengan kemampuan motorik normal-lambat, biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun; RM ringan biasanya terjadi pada usia sekolah dengan memperlihatkan kegagalan anak untuk mencapai kinerja yang diharapkan.
• Gangguan neurologis yang progresif
• Tingkatan/klasifikasi RM (APA dan Kaplan; Sadock dan Grebb, 1994)
1. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, tetapi terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
b. Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik dengan pendidik khusus, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
c. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tidak dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tidak berpengaruh kecuali koordinasi.
2. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
b. Usia sekolah, dapat mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tidak ada kemampuan membaca dan berhitung.
c. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dlm rekreasi, dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat yang dikenal, tidak bisa membiayai sendiri.
3. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar seperti makan.
b. Usia sekolah, gangguan spesifik dalam kemampuan berjalan, memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
c. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
4. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah retardasi mencolok, fungsi Sensorimotor minimal, butuh perawatan total.
b. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
c. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan kelainan fisik.

B. Pemeriksaan fisik :
• Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
• Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
• Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
• Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung ke atas, dll
• Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi
• Geligi : odontogenesis yang tdk normal
• Telinga : keduanya letak rendah; dll
• Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
• Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
• Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
• Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit, dll
• Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
• Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk

C. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan kromosom
• Pemeriksaan urin, serum atau titer virus
• Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.

Diagnosa

• Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d kelainan fungsi kognitif
• Gangguan komunikasi verbal b.d kelainan fungsi kognitif
• Risiko cedera b.d. perilaku agresif/ketidakseimbangan mobilitas fisik
• Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi sosial
• Gangguan proses keluarga b.d. memiliki anak RM
• Defisit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik/kurangnya kematangan perkembangan

Intervensi

• Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
• Identifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal.
• Berikan perawatan yang konsisten
• Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
• Berikan intruksi berulang dan sederhana
• Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
• Dorong anak melakukan perawatan sendiri
• Manajemen perilaku anak yang sulit
• Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
• Ciptakan lingkungan yang aman

Implementasi

Pendidikan Pada Orangtua :
• Perkembangan anak untuk tiap tahap usia
• Dukung keterlibatan orangtua dalam perawatan anak
• Bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak yang sulit
• Informasikan sarana pendidikan yang ada dan kelompok, dll

Evaluasi

• Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya
• Keluarga dan anak mampu menggunakan koping thd tantangan karena adanya ketidakmampuan
• Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas

Selasa, 10 Mei 2011

Ramalan Kakek di Panti Nenek

Sempat kaget awalnya. Setiap penjuru selalu menanyakan “sudahkah anda drramal?” setiap orangg pasti bingung. Ditengah lapang pandang hanya nenek dan kakek yang renta duduk santai dengan mata-mata kosong. Lalu dimana pamerannya??yang biasanya selalu disisipkan dengan peramal bola atau buku ajaib karya dirinya senndri.
“hei…cepat!ntar ketinggalan lho,mumpung rame tuh…!!!” kata temanku
“oh…boleh,ayo…” ku balas seadanya
Menyusuri wisma-wisma kecil yang sepi memang lumrah baigku, tapi tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara keras seseorang berlogat Madura.
“ayo cepat…kalo sudah selesai bayar sama saya rp 2000,-“
Jelas aku kaget…memangnya apa yang dijual???belum terjawab pertanyaanku, lagi-lagi suara keras muncul, kali ini bukan si Madura yang teriak, melainkan anak-anak yang entah pada siapa mereka mengarahkan perhatian. Sontak aq lagsung masuk. AJIGILE…seorang kakek dikerumuni lebih dari 10 orang yang bukan hanya wanita, tapi juga pria. Ekspresi yang berbeda dari tiap orang itu membuatq makin bingung. Entah ada kebahagiaan, tapi juga ada kedukaan disana. TERRRNYATA inilah kakek peramal itu.
Hitung menghitung, tulis menulis terus dirangkai sang asisten si kakek yang tidak lain dan tidak bukan temanku jga (ga disangka juga sih, asisten ma si kakek sama miripnya, kabarnya sih dia diramal memadu istrinya). Setiap angka kemudian dipaparkan pada kakek, dan kakek mengatakan KAWIN LARRI pada temanku yang setia, TIDAK DIRSTUI pada temanku yang telah menjalani hidup mati bersama kekasihnya, dan mengatakan BOROS kepadaku yang notabene bukan orang kaya…

Kegaduhan tu telah meredup,  karna saat itu aku berada ditengah-tengah gadis tak jelas sukunya. Mereka membicarakan hal yang tak ku mengerti dengan seorang nenek. Bahasa jawa, ya…it dia. Tapi tampang mereka tak seperti jawa. Atau bisa jadi mereka punya “kamus jawa hidup” milik pribadi, siapa tau….????
Aku bersama temanku pengemar burung, omongannya agak nyeleneh…sampai-sampai nenek mengatakannya PAYAH, he….
Meskipun dikatakan begitu, temanku tettap saja berbicara karna mungkin menurutnya nenek itu bisa membawa berkah baginya.
“nek, berapa angka yang nenek suka???”tanya temanku
TOENG TOENG!!!otakku mulai bening…aku tau yang dipikirkan temanku itu, okelah…aku ikut saja. Siapa tau angkanya “TEPAT” dalam bathinku.
Tapi ternyata si nenek tak mengerti….dia hanya menjawab, kalau semua angka diambil satu, maka kacau semuanya, dan dilanjutkan dengan bahasa jawanya yang yah…tau lah orang tua, aku semakin tak megerti!
Ngomong-ngomong jawa, aku sontak teringat sang kakek tadi. Rata-rata mereka yang bisa meramal adalah orang jawa.
“hm, nek…bisa meramal ga???”
“meramal???hm…aku ga bisa. Aku ga berani meramal…”
“meramal itu sama saja bermain lotre (weis…angka lagi neh!). Kalau kamu tak yakin dengan angkamu, lebih baik jangan memasang. Kecuali kamu yakin Bandar itu benar-benar pintar dan jujur. Bisa saja kamu malah mati esok harinya…Tapi kalau kamu yakin, lanjutkan! Maka kamu akan sukses….”
SSST……jangan salah, nenek bukan menghalalkan main angka. Menurutku, nenek ingin mengatakan, kalau memang kamu siap dan yakin untuk diramal…silakan, karna jika tidak maka nasibmu yang seharusnya baik malah akan hancur hanya karna ramalan yang menagtakan nasibmu buruk, sehingga kamu meggunakan segala cara untuk merubah nasibmu yang sebenanya sudah baik. Ya, ada benarnya…lihat saja teman-temanku tadi, muka yang sudah asem semakin terlihat pahit karena ramalan.
Hebat juga ne nenek, pikirku…
Tiba-tiba nenek tertawa ceikkikan, lho…kenapa ketawa nek?tanyaku
“itu…temanmu (menunjuk teman  perempuanku) dipukul sama laki-laki malah ga membalas”jawab nenek,
“lho, kenapa…balas!tonjok…”sorakku pada temanku
Lalu temanku menjawab, “nek…tolong pukul dia nek” manjanya
Ngga…nenek ga berani. Kalau dia silat, kalian lari lalu bagaimana dengan saya???apa saya harus memegang “anunya”?
Hahaha…kalo-kalo dientot nek, sahut temanku yan lain.
Nenek menjawab, Lha iya…sama seperti maen lotre (lagi-lagi lotre…) kalo mainnya ditempat umum, mending jangan, kalau kamu masang angka trus ditinggal kabur hayo…kamu  tinggal sendiri. Tapi kalau kamu yakin dan percaya dengan satu bandar yang jujur dan adil, silahkan…maka kamu akan sukses. Dia ga mungkin ninggalin kamu”

Otakku dipaksa berputar lagi…sepertinya nenek ingin menyampaikan bahwa, kalau memang ingin begituan…jangan ditempat umum atau dihamburkan layaknya PSK, kalau ditinggal Bandar dan terlanjur hamil, apa mau dikata??? Lebih baik mencari Bandar yang jujur, adil dan cukup satu…dan di sahkan, maka akan nyaman hiduupnya.
Nenek  bilang, jangan bilang minta diramal, tapi tanyakanapa yang baik untuk kita,
Nenek bilang semua orang itu baik, maka hati-hati dengan ramalan, kecuali kamu siap.

Cerita kecil nenek kasmirah,

Minggu, 08 Mei 2011

Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena pada umumnya menjadi buruk karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).

Hiperemesis Gravidarum (vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nousea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga menjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion, MD, Hal:232).

Hiperemesis Gravidarum diartikan sebagai muntah yang terjadi secara berlebihan selama kehamilan (Hellen Farrer, 1999, hal:112).


Etiologi

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan (Rustam Mochtar, 1998).
Umumnya terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG
Faktor organik, yaitu karena masuknya viki khoriales dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabollik akibat kehamilan serta resitensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan–perubahan ini serta adanya alergi yaitu merupakan salah satu respon dari jaringan ibu terhadap janin.
Faktor ini memegang peranan penting pada penyakit ini. Rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggungan sebagai ibu dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.
Faktor endokrin lainnya : hipertyroid, diabetes dan lain-lain.

Patofisiologi

Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah.

Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik yang toksik.

Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal.


Tanda dan gejala

Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut hiperemesis gravidarum tidak ada kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai hiperemesis gravidarum. Menurut berat ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
Tingkatan I (ringan)
Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita
Ibu merasa lemah
Nafsu makan tidak ada
Berat badan menurun
Merasa nyeri pada epigastrium
Nadi meningkat sekitar 100 per menit
Tekanan darah menurun
Turgor kulit berkurang
Lidah mengering
Mata cekung

Tingkatan II (sendang)
Penderita tampak lebih lemah dan apatis
Turgor kulit mulai jelek
Lidah mengering dan tampak kotor
Nadi kecil dan cepat
Suhu badan naik (dehidrasi)
Mata mulai ikterik
Berat badan turun dan mata cekung
Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi
Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria.

Tingkatan III (berat)
Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma)
Dehidrasi hebat
Nadi kecil, cepat dan halus
Suhu badan meningkat dan tensi turun
Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental
Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.

Penatalaksanaan
Pencegahan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum diperlukan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologis. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
Memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
Ibu dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi sering.
Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering arau biskuit dengan teh hangat
Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak
Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin
Usahakan defekasi teratur.

Terapi obat-obatan
Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan.
Tidak memberikan obat yang terotogen
Sedativa yang sering diberikan adalah phenobarbital
Vitamin yang sering dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
Antihistaminika seperti dramamine, avomine
Pada keadaan berat, anti emetik seperti diklomin hidrokhoride atau khlorpromazine.
Hiperemesis gravidarum tingkatan II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. Adapun terapi dan perawatan yang diberikan adalah sebagai berikut :
Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Jangan terlalu banyak tamu, kalau perlu hanya perawat dan dokter saja yang boleh masuk. Catat cairan yang keluar dan masuk. Kadang-kadang isolasi dapat mengurangi atau menghilangkan gejala ini tanpa pengobatan
Terapi psikologik
Berikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang wajar,normal dan fisiologik. Jadi tidak perlu takur dan khawatir. Yakinkan penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan dan dihilangkan masalah atu konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.
Terapi mental
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5 %, dalam cairan gram fisiologis sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah dengan kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino esensial secara intravena. Buat dalam daftar kontrol cairan yang amsuk dan dikeluarkan. Berikan pula obat-obatan seperti yang telah disebutkan diatas.
Terminasi kehamilan
Pada beberapa kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan memburuk. Delirium, kebutaan, takikardia, ikterik, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik.
Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu capat dan dipihal lain tidak boleh menunggu sampai terjadi irreversible pada organ vital.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT

BAYI RESIKO TINGGI, BBLR,PICU
PENDAHULUAN
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut :
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan

3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A. Pelayanan Dasar
1. Persalinan aman dan bersih
2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
3. Mempertahankan pernafasan spontan
4. ASI Ekslusif
5. Perawatan mata
B. Pelayanan Khusus
1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
3. Imunisasi

Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.

EFEK SAKIT PADA NEONATUS

Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.

Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.

REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA

Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :

1. Denial
Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.

2. Rasa bersalah
Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.

3. Marah
Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.

HIPERBILIRUBINEMIA

Definisi :
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Etiologi:
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.
Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia

Fisiologis jaundice Jaundice yang berhubungan dengan Breast feeding Jaundice Breast milk Hemolitik desease
Penyebab Fungsi hepatik immatur ditambah peningkatan bilirubin dari hemolisis RBC Intake susu yang jelek berhubungan dengan konsumsi kalori yang sedikit pada bayi sebelum susu ibu keluar Faktor-faktor pada susu ibu yang berubah, bilirubin menjadi bentuk lemak yang mana direabsorbsi usus Incompatibilitas antigen yang menyebabkan hemolisis sebagian dari RBC.
Hati tidak mampu untuk mengkonjugasikan dan mengeksresikan kelebihan bilirubin dari hemolisis
Onset Setelah 24 jam pertama (bayi prematur, bayi lahir lama) 2 - 3 hari 4 - 5 hari Selama 24 jam pertama
Puncak 72 jam 2 - 3 hari 10 - 15 hari Bervariasi
Durasi Berkurang setelah 5-7 hari Sampai seminggu
Terapi Fototherapi jika bilirubin meningkat dengan cepat Berikan ASI sesering mungkin, berikan suplemen kalori, fototherapi untuk kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl Hentikan ASI selama 24 jam untuk mendeterminasi sebab, jika kadar bilirubin menurun pemberian ASI dapat diulangi.
Dapat dilakukan fototherapi tanpa menghentikan pemberian ASI Posnatal: fototherapi, bila perlu transfusi tukar
Prenatal:
Transfusi (fetus)
Mencegah sensitisasi dari RH negatif ibu dengan RhoGAM

Pengkajian

1. Riwayat keluarga dan kehamilan:
- Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever
- Prenatal care
- DM pada ibu
- Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan
- Penyalahgunaan obat pada orang tua
- Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif
- Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif
- Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
- Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
- Induksi oksitosin pada saat persalinan
- Penggunaan vakum ekstraksi
- Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan

2. Status bayi saat kelahiran:
- Prematuritas atau kecil masa kehamilan
- APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
- Trauma dengan hematoma atau injuri
- Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
- Hepatosplenomegali

3. Kardiovaskuler
- Edema general atau penurunan volume darah, mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis

4. Gastrointestinal
- Oral feeding yang buruk
- Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
- Hepatosplenomegali

5. Integumen
- Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI
- Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi karena hemolisis RBC

6. Neurologik
- Hipotoni
- Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal
- Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis
- Kejang

7. Pulmonari
- Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern ikterus
- Aspiksia, efusi pulmonal

8. Data Penunjang
- Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu negatif (test dilakukan saat prenatal)
- Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
- Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
- Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
- Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan.
- Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi infeksi atau gangguan hemolisis Rh
- Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
- Hb dan HCT
- Total protein, menentukan penurunan binding site
- Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi
- Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level

Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati

Tujuan 1: Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin

Tindakan:
1. Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
2. Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau penurunan kadar bilirubin
3. Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam)
4. Kaji status bayi khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis)
5. Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces

Hasil yang diharapkan:
1. Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah lahir
2. Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber cahaya

Tujuan 2: tidak terjadi komplikasi dari fototherapi

Tindakan:
1. Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari iritasi kornea
2. Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
3. Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh
4. Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia
5. Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal untuk menghindari iritasi
6. Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar
7. Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi
Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit

Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan)

Tindakan:
1. Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi
2. Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfusi
3. Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah infeksi
4. Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah
5. Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia
6. Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
7. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi
8. Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi
9. Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung.

Hasil yang diharapkan :
1. Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfusi
2. Vital sign berada pada batas normal
3. Tidak terjadi infeksi atau perdarahan pada daerah terpasangnya infus

Dx.2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan

Tujuan 1: Keluarga dapat memberikan suport emosional

Tindakan:
1. Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
2. Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over proteksi pada bayi
3. Yakinkan keluarga bahwa kulit akan kembali normal
4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice
5. Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya

Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan pengertian terhadap terapi dan prognosa

Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah

Tindakan:
1. Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan
2. Instruksikan keluarga untuk:
- Melindungi mata
- Merubah posisi
- Memberikan asupan cairan yang adekuat
- Menghindari penggunaan minyak pada kulit
- Mengukur suhu aksila
- Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan
- Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
3. Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan

Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)

HIPOTERMIA & HIPERTERMIA

HIPOTERMIA
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

Etiologi dan faktor presipitasi
- Prematuritas
- Asfiksia
- Sepsis
- Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral
- Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran
- Eksposure suhu lingkungan yang dingin

Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia:
a. Hipotermia sedang:
- Kaki teraba dingin
- Kemampuan menghisap lemah
- Tangisan lemah
- Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata
b. Hipotermia berat
- Sama dengan hipotermia sedang
- Pernafasan lambat tidak teratur
- Bunyi jantung lambat
- Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik
c. Stadium lanjut hipotermia
- Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
- Bagian tubuh lainnya pucat
- Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)

HIPERTERMIA
Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut.

Gejala hipertermia pada bayi baru lahir :
- Suhu tubuh bayi > 37,5 C
- Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
- Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang

Pengkajian hipotermia & hipertermia
1. Riwayat kehamilan
- Kesulitan persalinan dengan trauma infant
- Penyalahgunaan obat-obatan
- Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu

2. Status bayi saat lahir
- Prematuritas
- APGAR score yang rendah
- Asfiksia dengan rescucitasi
- Kelainan CNS atau kerusakan
- Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
- Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal

3. Kardiovaskular
- Bradikardi
- Takikardi pada hipertermia

4. Gastrointestinal
- Asupan makanan yang buruk
- Vomiting atau distensi abdomen
- Kehilangan berat badan yang berarti

5. Integumen
- Cyanosis central atau pallor (hipotermia)
- Kulit kemerahan (hipertermia)
- Edema pada muka, bahu dan lengan
- Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)
- Perspiration (hipertermia)

6. Neorologic
- Tangisan yang lemah
- Penurunan reflek dan aktivitas
- Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan

7. Pulmonary
- Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
- Retraksi dada
- Ekspirasi grunting
- Episode apnea atau takipnea (hipertermia)

8. Renal
- Oliguria

9. Study diagnostik
- Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas
- Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
- Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
- Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
- Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi

Diagnosa keperawatan
Dx.1. Suhu tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang dingin atau panas.

Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual ketidakstabilan suhu tubuh

Tindakan :
1. Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu
2. Kaji potensial dan aktual hipotermia atau hipertermia :
- Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur
- Monitor suhu lingkungan
- Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan
- Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya
- Observasi warna kulit
- Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas seizure
- Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.

Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu tubuh

Tindakan :
1. Lindungi dinding inkubator dengan
- Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
- Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C
- Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator
2. Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas
3. Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
4. Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas
5. Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu
6. Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
7. Sesedikit mungkin membuka inkubator
8. Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
9. Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode kangguru)
10. Beri topi dan bungkus dengan selimut

Tujuan 3: Mencegah komplikasi dingin

Tindakan :
1. Kaji tanda stress dingin pada bayi :
- Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C
- Kelemahan dan iritabilitas
- Feeding yang buruk dan lethargy
- Pallor, cyanosis central atau mottling
- Kulit teraba dingin
- Warna kemerahan pada kulit
- Bradikardia
- Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting
- Penurunan aktivitas dan reflek
- Distesi abdomen dan vomiting

2. Berikan treatment pada aktual atau resiko injury karena dingin sebagai berikut :
- Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit
- Pertimbangkan pemberian plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit
- Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya
- Monitor serum glukosa
- Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik
- Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan, berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35 C

Dx.2. Deficit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi.

Tujuan : Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi

Tindakan :
1. Beri informasi pada orangtua tentang :
- Penyebab fluktuasi suhu tubuh
- Kondisi bayi
- Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh
- Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat menggendong dan bepergian
2. Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya
3. Informasikan kepada orangtua tentang perawatan saat bayi di inkubator
4. Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan

BAYI PREMATUR

Definisi :
Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur.

Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit.

Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut.

Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus.

Etiologi dan faktor presipitasi:
Permasalahan pada ibu saat kehamilan :
- Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus.
- Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat
- Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi
- Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine

Pengkajian
1. Riwayat kehamilan
- Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah
- Kehamilan kembar
- Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk
- Kemungkinan penyakit genetik
- Riwayat melahirkan prematur
- Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya
- Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus
- Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol
- Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis.

2. Status bayi baru lahir
- Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau besar masa kehamilan
- Berat badan dibawah 2500 gram
- Kurus, lemak subkutan minimal
- Adanya kelainan fisik yang terlihat
- APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal.

3. Kardiovaskular
- Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur
- Saat kelahiran, terdengar murmur

4. Gastrointestinal
- Protruding abdomen
- Keluaran mekonium setelah 12 jam
- Kelemahan menghisap dan penurunan refleks
- Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital

5. Integumen
- Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning
- Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh
- Kurus
- Edema general atau lokal
- Kuku pendek
- Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis

6. Muskuloskeletal
- Cartilago pada telinga belum sempurna
- Tengkorak lunak
- Keadaan rileks, inaktive atau lethargi

7. Neurologik
- Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi
- Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif
- Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik
- Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu
- Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik

8. Pulmonary
- Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea
- Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal)
- Terdengar crakles pada auskultasi

9. Renal
- Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir
- Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine

10. Reproduksi
- Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol
- Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia.

11. Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis

Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru

Tindakan :
1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu :
- Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi abnormal selama kehamilan dan persalinan
- Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi
- Respiratory rate, kedalaman, takipnea
- Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal)
- Cyanosis, penurunan suara nafas
2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut :
- Bradykardi
- Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau minum ASI)
- Distensi abdomen
- Suhu tubuh dan mottling
- Kebutuhan stimulasi
- Episode dan durasi apnea
- Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis, kegagalan pernafasan.
3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut :
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik
- Pertahankan suhu lingkungan yang normal
4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik
5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari.

Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan

Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal

Tindakan :
1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C
2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu
3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi
4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau dingin
5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin

Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.

Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi

Tindakan :
1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol
2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi
3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan.
4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake
5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum secara oral
6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan
7. Monitor kadar gula darah

Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.

Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Tindakan :
1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi
2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg berat badan jika dibutuhkan.
3. Timbang berat badan bayi setiap hari
4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan.
5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria
6. Pertahankan suhu lingkungan normal
7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan :
- Peningkatan suhu tubuh
- Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit.
- Sepsis
- Aspiksia dan hipoksia
8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu.

Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat

Tujuan : Infeksi dapat dicegah

Tindakan :
1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice
2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi infeksi di ruang perawatan
3. Amati sampel darah dan drainase
4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin
5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi :
- Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi
- Ikuti protokol isolasi bayi
- Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi

Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit

Tujuan : Mempertahankan integritas kulit

Tindakan :
1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan.
2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi
3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan agen pembersih atau plester.

Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care

Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan

Tindakan :
1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus. Observasi :
- Deficit neurologik
- Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus
- Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal
- Efek obat terhadap perkembangan bayi
2. Berikan stimulasi visual :
- Arahkan cahaya lampu pada bayi
- Ayunkan benda didepan mata bayi
- Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi
3. Berikan stimulasi auditory :
- Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah dan jelas
- Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat memberikan perawatan
- Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio
- Hindari suara bising di sekitar bayi
4. Berikan stimulasi tactile :
- Peluk bayi dengan penuh kasih sayang
- Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap
- Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau kapas
- Berikan perubahan posisi secara teratur
5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung.
6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup.

Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah

Tujuan :
1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang :
- Proses penyakit
- Prosedur perawatan
- Tanda dan gejala problem respirasi
- Perawatan lanjutan dan therapy
2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak :
- Therapy home oksigen
- Ventilasi mekanik
- Fisiotherapi dada
- Therapy obat
- Therapy cairan dan nutrisi
3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya
4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi
5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas.

ASFIKSIA
Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat.

Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.

Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA
Yang Dinilai 2 1 0 Nilai
Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada
Denyut jantung > 100/menit < 100/menit Tidak ada
Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA

Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0.

Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.

Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain.

Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas

Data penunjang/Faktor kontribusi :
Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik.

Tujuan :
Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak ada tanda dari disstres pernafasan.

Intervensi :
• Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes)
• Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion.
• Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu sepertia Magnesium sulfat atau Demerol
• Kaji respiratori rate
• Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi
• Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction
• Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat.
• Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas
• Amati intensitas tangisan
• Catat pulse apikal
• Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori
• Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot
Kolaborasi
• Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia
• Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV
• Berikan terapi resusitasi

DAFTAR PUSTAKA

Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991

Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994

Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990

Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More